ACCEPT LPPM: Menghadirkan Perubahan, Dari Menara Gading Menuju Keterlibatan Masyarakat
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menggelar ACCEPT 2024 (Annual Conference On Community Engagement for Peaceful Transformation), bertajuk “Sustainable Engagement: Bridging Communities Through the Integration of Society, Science, and Religion”. Konferensi yang berlangsung meriah tersebut diselenggarakan di Gedung Multipurpose UIN Sunan Kalijaga pada Rabu (9/10/2024).
Hadir dalam konferensi ini Wakil Rektor 1, bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga, Prof. Dr. Istinigsih, M.Pd., Wakil Rektor 2, bidang Administrasi Umum, Perencanaan, dan Keungan, Dr. Mochamad Sodik, segenap pengelola LP2M, serta jajaran pimpinan di lingkungan UIN Sunan Kalijaga. Konferensi tersebut diikuti oleh para Dosen Pembimbing Lapangan serta Mahasiswa. Kepala Pusat Pengabdian kepada Masyarakat (PPM) UIN Sunan Kalijaga, Ir. Trio Yonathan Teja Kusuma, M.T., IPM., ASEAN Eng. dalam laporannya menyampaikan, ada sejumlah 3338 Mahasiswa yang baru saja diterjunkan untuk melaksanakan program KKN yang ikut terlibat di forum ini. Mereka ini baru saja diterjunkan di 50 Kabupaten di seluruh Indonesia, dan di empat Negara lain -dari 2 benua (Amerika, Jepang, Thailand dan Malaysia). Pelaksanaan KKN di kampus UIN Sunan Kalijaga juga melibatkan 12 lembaga/instansi terkait, yang juga terlibat di forum ini. Sementara itu, artikel yang masuk dari seluruh yang terlibat berjumlah 800 artikel. Dari jumlah itu, 120 artikel terpilih untuk didiskusikan di paralel sasion, demikian jelas Trio Yonathan.
Wakil Rektor 1, bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga, Prof. Dr. Istinigsih, M.Pd., memberikan apresiasi tinggi terhadap inisiatif LP2M dan menekankan bahwa perguruan tinggi seharusnya tidak seperti menara gading. Ia berharap KKN Lingkar Kampus dapat menjembatani hubungan dengan masyarakat serta menekankan pentingnya memanfaatkan teknologi untuk memberdayakan masyarakat.
Sosok yang pernah menjabat sebagai Wakil Dekan 1 FITK ini juga menegaskan bahwa community engagement berkaitan erat dengan pemaduan Tri Dharma Perguruan Tinggi, dimana pengajaran, penelitian, dan pengabdian saling terkait. Dengan demikian, belajar bukan lagi sekadar transfer ilmu; penelitian harus diilhami oleh masalah dan potensi nyata di masyarakat. “Dari sinilah kita menjadi pionir dalam mendampingi masyarakat, menciptakan harmoni tanpa konflik dan musuh, serta mengatasi ketidaksetaraan dan ketidakadilan. Ini adalah cita-cita dan puncak orientasi kehidupan kita. Mari kita bulatkan tekad untuk membangun negeri yang damai.” Pungkasnya.
Sementara ini bertindak sebagai keynote speech, Kepala Subdirektorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat di Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis), Dr, Nur Khafid, S.Th., M.Sc, menekankan pentingnya aktivitas riset dan PkM sejalan dengan dunia usaha untuk pengembangan kebijakan dan skema kemitraan. Selain itu, upaya hilirisasi produk penelitian dan PkM harus lebih aplikatif dan terukur. Oleh karena itu, tahun ini nilai-nilai penelitian di Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam diharapkan dapat menjadi follow-up dari kerja sama yang telah dibangun oleh lembaga. Namun, lembaga juga tidak boleh menafikan keterlibatan warga sekitar. Hal itulah yang melahirkan kebijakan KKN Lingkar Kampus, yang diharapkan dapat menghindarkan perguruan tinggi dari status menara gading.
Ia juga berharap berbagai penelitian yang dilakukan dapat menghasilkan output dan outcome yang terukur dan dapat dijadikan sebagai rujukan dalam pengembangan kebijakan dan ilmu pengetahuan, setelah melalui proses uji coba baik skala kecil maupun lebih luas. Oleh karena itu, individu seharusnya dikenal berdasarkan kontribusi, perilaku positif, dan keterlibatannya dalam masyarakat.
Bertindak sebagai Pembicara I, Asisten Profesor di Departemen Teknik Industri dan Ekonomi Tokyo, Eko Hery Prasetyo, Ph.D. menjelaskan mengenai Integrasi teknologi ekonomi interprenership dan sosial. Sementara Dosen dan Guru di Sasnasuksaa School serta Perguruan Tinggi Islam Pombing, Dr. Marwan Hayeemamin, sebagai Pembicara 2, mempresentasikan ayat Al Qur’an yang mengungkapkan fenomena alam yang dapat dikaitkan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ia mengangkat contoh penciptaan alam semesta; kesehatan; teknologi pembangunan, seperti kisah Nabi Nuh yang menciptakan bahtera sebagai contoh teknologi sederhana; penggunaan logam, ilmu bahan, serta aspek transportasi dan komunikasi. Al Qur’an menyebutkan kuda, unta, dan kendaraan lainnya, yang mencerminkan kemajuan teknologi dari masa ke masa.
Dr. Marwan lebih jauh menyinggung Penelitian yang berkembang di Thailand Selatan, meliputi kosmologi dan fisika serta pembahasan pemisahan langit dan bumi. Selain itu, terdapat pengobatan tradisional herbal dan ruqyah, serta penelitian untuk menentukan DNA yang mengidentifikasi zat halal atau haram. Menurutnya, penelitian semacam ini sangat penting bagi masyarakat Muslim Thailand yang merupakan minoritas. Dengan demikian, pembelajaran Al Qur’an di Thailand menunjukkan upaya integrasi agama dan sains, menciptakan harmoni antara spiritualitas dan ilmu pengetahuan.
Sementara Dosen Sastra Inggris Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, Dr. Witriani, S.S., M.Hum., menekankan pentingnya linearitas antara penelitian, pengabdian, dan keterlibatan masyarakat. Menurutnya, karya Dosen seharusnya tidak hanya berhenti pada konferensi, jurnal, atau buku, tetapi juga harus bermanfaat sebagai referensi di perguruan tinggi dan memberikan dampak nyata bagi masyarakat. Penelitian tidak berakhir setelah selesai, melainkan harus diukur dampaknya dan bagaimana hasil riset tersebut dapat digunakan untuk intervensi yang bermanfaat.
Sementara Dr. Fahruddin Faiz, filsuf sekaligus Dosen Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam bertindak sebagai narasumber pamungkas, menyampaikan bahwa hampir semua filsuf Muslim menekankan komitmen sosial, yaitu kontribusi yang dapat diberikan untuk masyarakat. Ilmu tidak hanya berhenti pada pengetahuan, tetapi harus mengarah pada kemanfaatan. Menurutnya, esensi ilmu terletak pada manfaat, maslahat, dan barokah.
Di hadapan para peserta konferensi yang antusias menyambut paparannya, Ia juga memperkenalkan tiga konsep kebahagiaan. Pertama, mencari kesenangan yang datang dari hal-hal yang kita cintai. Kedua, menjadi orang baik sesuai dengan nilai dan norma yang kita yakini, yang disebut "good life." Ketiga, hidup yang berarti dan berguna bagi orang-orang di sekitar, yang disebut "meaningful life." Ia menekankan bahwa kebahagiaan sejati terletak pada kebermaknaan diri. Dengan demikian, rumus kebahagiaan yang paling tinggi tidak hanya sekadar mencari kesenangan, tetapi juga menciptakan makna yang mendalam dalam hidup.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa "meaningful life," sebagai level kebahagiaan tertinggi, dapat diukur melalui beberapa kriteria. Pertama, implementasi dan aplikasi keilmuan dalam kehidupan sehari-hari, yang menunjukkan kontribusi nyata ilmu. Kedua, tanggung jawab sosial atau ihsan, yang mendorong untuk berbuat baik sebagai tambahan dari kebaikan yang telah kita lakukan. Ketiga, kontribusi melalui aktivitas yang memberikan makna bagi diri sendiri dan orang lain. Keempat, inayah, yang mencerminkan jiwa sosial dan dorongan untuk membantu sesama. Terakhir, validasi, yang mengharuskan kita untuk membuktikan bahwa ilmu yang kita miliki memiliki manfaat dan dapat diterapkan dalam praktik di masyarakat..
“Apa yang kita capai hari ini bukanlah harga mati, diri kita masih bisa dirubah sesuai yang kita mau. Menurutnya, manusia adalah makhluk potensi. Kuncinya keinginan dan kesungguhan untuk berubah” pungkasnya. (tim humas)