UIN Sunan kalijaga Jadi Tuan Rumah Konferensi Internasional AIUA Pendidikan Islam Indonesia diharapkan Jadi Kiblat di Asia
Pembicara
Sejumlah Perguruan Tinggi Islam di Asia berinisiatif mendirikanAsia Islamic Universities Association (AIUA).UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang merupakan salah satu anggota AIUA dipercaya menjadi tuan rumah dalam konferensi AIUA tahun ini.Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. K.H. Yudian Wahyudi, BA., BA., Drs., MA., Ph.D.,di sela sela pembukan konferensi mengatakan, konferensi kali ini menitik beratkan pada pematangan seluruh pedoman kerja yang telah dirancang dalam koferensi sebelumnya,di Thailand dan Malaysia. Konferensi yang dilaksanakan3 s/d 5 Juli 2018 ini diikutisekitar 60 Perguruan Tinggi Islam di Asia, demikian jelas Prof. Yudian Wahyudi.
Dalam konferensi kali ini pihaknyamemiliki misi besar, yakni; mengubah peta pendidikan Islam. Harapannya, pendidikan dunia Islam dapat terpusat di Indonesia sesuai dengan harapan Presiden RI dan Menteri Agama. Rektor UIN Sunan Kalijagaoptimistis misi besar ini akan tercapai mengingat Indonesia merupakan negara dengan kepesertaan terbanyak dalam AIUA.
Menurut Prof. Yudian Wahyudi, momentum ini juga sangat bagus untuk mempromosikan Islam nusantara, Islam berkemajuan dan Islam moderat.Pihaknya berharap, setelah pematangan seluruh pedoman kerja dalam konferensi kali ini, maka seluruh pedoman itu dapat segera diterapkan oleh seluruh anggota AIUA.Beberapa pedoman kerja yang menurut Prof. Yudian paling utama adalah program publikasi internasional.
Agenda selanjutnya adalah memperluas keanggotaan. Mengingat jumlah perguruan tinggi Islam di Asia sebenarnyakurang-lebih 1.000 perguruan tinggi. Namun yang tergabung dalam AIUA baru sekitar 60 perguruan tinggi Islam.Hingga saat ini, perguruan tinggi Islam di Indonesia yang sudah tergabung adasekitar 30 perguruan tinggi. Padahal jumlah keseluruhan di Indonesia baik negeri maupun swasta ada 850 perguruan tinggi. Karena itu AIUA terus mendorong seluruh perguruan tinggi Islam di Indonesiauntuk segera bergabungdalam asosiasi ini. Terkait dengan hal ini, AIUA akan menugaskan delegasike berbagai negara untukmengundang menjadi anggota baru. Saat ini negara ASEANyang telah terdaftaradalah Indonesia, Malaysia, Bruney Darussalam, dan Thailand. Selain Asia, asosiasi ini juga akan memperluas jaringanseperti Kazakhtandan beberapa negara di Arab.
Prof. Yudian Wahyudiselaku Presiden AIUA menekankan,AIUA memiliki komitmen untuk meningkatkan kualitas perguruan tinggi Islam di Asia. Untuk mewujudkan hal itu, UIN Sunan Kalijaga dipercaya menangani penjaminan mutunya.Oleh karena itu pada konferensi kali ini, salah satunya akan dibahas pedoman penanganan penjaminan mutu perguruan tinggi Islam pada tingkatan internasional.
Memasuki hari kedua konferensi (4/6/18) , dilaksanakan tiga lokakarya dan satu seminar diskusi yang banyak membahas masalah-masalah Pendidikan Tinggi Islam di Asia.Forum seminar di Gedung Prof. RHA. Soenarjo, SH.,menghadirkantiga narasumber; dr. Rr. Titi Savitri Prihatiningsih, MA., M. Med. Ed., Ph.D.,(member of Board for National Standards in Education, expert on Higher Education Quality Assurance),Prof. Ir. Panut Mulyono, M. Eng., D. Eng.,(Rector of Gadjah Mada University),Dr. Fidel Nemenzo(Vice Chancellor for Research and Development, University of Philippines at Diliman).
Pada pidato pembukaan seminar, Prof. Yudian Wahyudi antara lain menyampaikan,keterbelakangan muslimdi Indonesia selama ini disebabkan sempitnya interpretasi muslim itu sendiri terhadap Islam. Padahal sebagai manusia seorang muslim justru harus kompetitif.Menurut Prof. Yudian, seorang muslim harus memiliki ketertarikan meningkatkan kualitas dirinya, tidak sekedar dalam kompetensi lokal. Artinya harus terbangun ketertarikan menjadikan dirinya berdaya saing internasional.Setiap muslim harus memiliki jiwa berjuang untuk menjadi pemenang, untuk sukses, untuk berhasil meraih impian dengan gigih mengasah kompetensi, demikian tegas Prof. Yudian.
Oleh karena itu ia merasa, pertemuan-pertemuan dan organisasi-organisasi internasional seperti AIUA memiliki posisi yang sangat penting, sebagai sarana untuk meningkatkan daya saing, terutama bagi SDM di perguruan tinggi Islam. Islam dalam ranah sistem politik tidak memerlukan khilafah, tetapi Islam membutuhkan sosok-sosok pemimpin yang kompeten untuk memajukan dan menjaga peradaban dunia.
Sementara itu, dalam materinya, anggota Badan Standar Nasional Pendidikan, Titi Savitri Prihatiningsih menyayangkan, belakangan ini kualitas pendidikan tinggi banyak dipahami sebagai keharusan memiliki dokumen semata. Padahal kualitas memiliki makna yang sangat luas.
Titi menilai, untuk membangun kualitas itu pendidikan tinggi harus bisa melahirkan sosok-sosok yang luar biasa.Artinya, perguruan tinggi harus memiliki keunikan dan membuat orang membutuhkan itu. Lalu memiliki kualifikasi standar. Tentu saja definisi standar pendidikan tinggi ada di konsensus, dan harus melibatkan banyak pemangku kebijakan, jelas Titi.
Selain itu, pendidikan tinggi dirasa harus bisa membuat elemen-elemenyang didalamnya memahami betul kualitas diri. Pihaknya menekankan, manusia perguruan tinggi ke depan harus bisa mempertemukan kebutuhan dari konsumen mereka. Lulusan perguruan tinggi harus menjadi sosok – sosokyang mampu mengisi tujuan yang dibutuhkan.Oleh karenanya perguruan tinggi harus bisa mencapaiexcelentdalam semuanya.
Disela konferensi AIUA, juga ditandatangi Memorandum of Understanding (MoU) antara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan UIN Jambi, IAIN Jember, kampus Malaysia Sultan Azlan Shah University yang diwakili oleh Deputi Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Prof. Dato’ Dr. Wan Sabri Bin Wan Yusof dan kampus Brunei Darusslam Universiti Islam Sultan Sharif Ali yang diwakilioleh Rektor Dr. Haji Norarfan Bin Haji Zainal. Salah satu bentuk kerja sama yang akan dilaksanakan yakni bidang pengembangan akademik dan penelitian. (Khabib, Weni, Doni)