LAWAN HOAKS, COMTC UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA GANDENG JAPELIDI GELAR LITERASI DIGITAL
Para Narasumber dan Pengurus JAPELIDI Foto Bersama Kampanyekan Literasi Digital
COMTC UIN Sunan Kalijaga (Center of Communication Studies and Training) bekerjasama dengan JAPELIDI (Jaringan Pegiat literasi Digital) menyelenggarakan Seminar Nasional dan Call For Paper bertajuk “Literasi Digital dalam Membangun Perdamaian dan Peradaban, bertempat di Gedung Prof. RHA. Soenarjo, SH, kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 5-6/9/19. Yanti Dwi Astuti, M.A., selaku ketua penyelenggara dalam laporannya mengawali acara ini menyampaikan, melalui forum ini ingin memberikan edukasi melawan peredaran hoaks, ujaran kebencian dan di media digital. Terutama di Indonesia, informasi hoaks, hujatan dan ujaran kebencian dewasa ini semakin marak. Upaya untuk mencerdaskan masyarakat dalam bermedia perlu terus dilakukan, agar jangan sampai merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Forum ini dihadiri para mahasiswa, akademisi dan pegiat literasi digital (dari 32 perguruan tinggi tersebar di 12 kota di Indonesia). Forum ini juga dihadiri para akademisi (Dosen dan Mahasiswa dari Gottingen University, Jerman, yang saat ini sedang mengikuti program pertukaran Dosen dan Mahasiswa di Indonesia.
Hadir sebagai narasumber pada forum ini Dr. Hendratmo, MA., mewakili Dra. Rosarita Niken Widiastuti M.Si (Sekjen Kementrian Kominfo), Dr. Hj. Siti Ruhaini Dzuhayatin, M.A (Stafsus Presiden RI bidang Keagamaan Internasional), Hariqo Wibawa Satria, M.HI (Direktur Komunikonten dan penulis buku Seni Mengelola Tim Media Sosial) , Bono Setyo, M.Si (Direktur COMTC) dan Yanti Dwi Astuti, M.A (Dosen Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga, Penulis buku Muslim Millenial Ramah Digital dan anggota JAPELIDI).
Kegiatan ini ini juga sekaligus melaunching buku yang ditulis anggota Japelidi dengan tema “Launching Buku 3.0 JAPELIDI” . Ada empat judul buku yang dilaunching, yakni : sensitif gender dalam bermedia sosial, yuk cegah tindak pidana perdagangan orang, mencegah dan mengatasi bullying di media sosial, dan panduan menjadi jurnalis warga yang bijak beretika. Selanjutnya pada sesi presentasi Call for Paper para pemakalah yang terbagi menjadi enam kelas mendiskusikan pula tema-tema strategis seperti: Literasi Digital Agama, Literasi digital Gender, Literasi Digital Politik Kewarganegaraan, Literasi Digital Keluarga, Literasi Digital Anak Muda dan Literasi Digital Ekonomi.
Forum ini dibuka oleh Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama, Dr. H. Waryono, M. Ag. Dalam pidatonya saat membuka forum ini, Dr. Waryono menyampampaikan, pihaknya menyambut baik agenda ini. Di tengah maraknya arus informasi melalui medsos, hingga tidak lagi bisa membedakan mana pesan yang benar dan mana yang hoaks dan bahkan sudah seperti sampah informasi, UIN masih memiliki lembaga literasi media (COMTC) yang bekerjasama intens dengan Japelidi dengan program-programnya yang mencerdaskan, salah satunya kegiatan yang diselenggarakan kali ini.
Menurut Dr. Waryono Islam sesungguhnya telah memberikan rambu rambu dalam berkomunikasi yang tertulis dalam al Qur’an. Ini bisa menjadi pengangan bagaimana kita berkomunikasi langsung maupun lewat media. Lebih-lebih media sosial yang bisa dengan cepat dikonsumsi oleh masyarakat dunia. Jika kita dalam berkomunikasi tidak memahami rambu-rambu dalam Islam, pesan melalui medsos yang bersifat hoaks, menebar kebencian, menghasut, menfitnah dan seterusnya akan berakibat sangat fatal terhadap kelangsungan hidup masyarakat, seperti yang dialami di Papua ataupun kehidupan akademik di kampus UIN Sunan Kalijaga yang begitu kondusifnya, tiba-tiba terganggu dengan adanya cara-cara menyampaikan pesan yang tidak tepat dari pihak luar. Sedikitnya ada tiga hal rambu-rabu disebutkan dalam al Qur’an. Q.S. Al-Isra: 17, mengingatkan kita untuk diam, jika tidak memahami yang sesungguhnya terjadi. Q.S. An-Nisa: 2, memberikan pemahaman kepada kita hendaknya bertanya kepada ahlinya jika tidak paham, agar informasi menjadi jelas, bukan menghakimi, menghujat, ataupun memfitnah. Al-Hujurat:49, mengajak untuk tabayyun, bersabar, dan memohon perlindungan kepada Allah SWT, ketika mengalami tekanan, hujatan, fitnah dan semacamnya. Seperti yang dicontohkan dalam kehidupan Rosulullah. Beliau selalu mengedepankan tabayyun dalam mengatasi setiap permasalahan. Dengan tabayyun Rosulullah selalu bisa mengatasi permasalahan dengan baik. Dalam tradisi akademik, UIN Sunan Kalijaga menanamkan kepada semua sivitas akademika untuk mencari pemahaman yang sejelas-jelasnya dalam setiap hal, tidak terbawa arus kalau tidak memiliki pemahaman yang memadahi dan tidak ikut-ikutan menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya. Semua ini akan bisa dilakukan jika kita memahami salah satu makna substantif dari puasa, yakni menahan diri, agar kita bisa cerdas bermedia. Strategi Presiden Joko Widodo, dengan membatasi layanan internet saat menghadapi kerusuhan sosial bisa menjadi contoh penerapan makna tabayyun, sehingga kerusuhan sosial akibat tidak cerdas bermedia bisa teratasi.
Dr. Ruhaini menambahkan, mengikuti rambu-rambu al Qur’an dalam berkomunikasi seperti yang dijelaskan oleh Dr. Waryono bisa dijadikan panutan cara cerdas bermedia, agar umat Islam di Indonesia menjadi bagian dari masyarakat yang terpercaya, unggul, berkualitas dan menjadi acuam umat beragama di dunia dalam mewujudkan peradaban yang rukun dalam kemajuan.
Sementara itu ketua COMTC, Drs. Bono Setyo, M.Si., menyampaikan, paparan tentang kecerdasan bermedia agar terhindar dari pengaruh buruk pengiat paham khilafah, terorisme-radikalisme. Karena dari hasil penelitain yang dilakukan COMTCmengungkap bahwa media sosial menjadi penyumbang utama gerakan radilakisme-terorisme. Salah satu data penelitiannya menunjukkan 82% unggahan Twitter merupakan pesan sentimen positif dengan paham khilafah, radikalisme, terorisme. Temuan lain, rentang usia pelaku terorisme adalah usia 18-20 tahun. Ini membuktikan bahwa usia remaja paling mudah terpengaruh pesan-pesan dari media digital yang menyesatkan oleh-orang-orang yang tidak bertanggunjawab. Oleh karena itu peran guru, orang tua dan masyarakat dalam melakukan pendekatan komunikasi dari hati ke hati, cinta kasih dan persuasif sangat dibutuhkan agar usia remaja anak-anak dapat mengembangkan diri secara sehat dan tidak gampang terpengaruh pesan-pesan paham khilafah, radikalisme, terorisme malalui media digital.
Kemudian di hari kedua besok peserta diajak berkunjung ke kampung cyber melakukan wisata kampung melek teknologi digital di Yogyakarta. Melihat dari dekat bagaimana komunitas masyarakat di Yogyakarta dengan kecerdasan bermedia mampu mengembangkan aset pariwisata dan ekonomi wilayah setempat yang bisa meningkatkan kesejahteraan dan kerukunan hidup antar sesama umat beragama di wilayah tersebut. (Weni/Doni)