Maksimalkan Potensi Masyarakat, DPL UIN Suka Ikuti Pelatihan Pengabdian Masyarakat Metode ABCD

Sejumlah 100 orang Dosen Muda UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang tergabung dalam Forum Dosen Pembimbing Lapangan mengikuti Pelatihan Metode Asset Based Community Development (ABCD) dalam pelaksanaan Pengabdian kepada Masyarakat, bertempat di Omah Kecebong, 28/3/2022. Forum ini dihadiri Wakil Rektor 1 UIN Suka, bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga, Prof. Iswandi Syahputra, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UIN Suka, Dr. Muhrisun, Sekretaris LPPM, Dr. Adib Sofia, Kapus Pengabdian kepada Masyarakat (PPM), Ir. Trio Yonathan Teja Kusuma, M.T., Kapus Puslibit, Ahmad Zainal Arifin, Ph.D, dan jajaran pimpinan LPPM yang lainnya. Sebagai narasumber; Dr. Jarot Wahyudi, S.H., M.A., (Konsultan Senior Metode ABCD, yang juga Dosen Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Suka) dan Sri Hidayati (Konsultan Metode Metode ABCD Circle Indonesia).

Dalam sambutan pembukaannya Prof. Iswandi Syahputra antara lain menyampaikan bahwa, forum ini sangat penting untuk para Dosen Pembimbing Lapangan. Kondisi sosial masyarakat Indonesia saat ini berubah pesat akibat pesatnya perkembangan teknologi digital. Maka metode dalam melaksanakan program-;program pengabdian kepada masyarakat, utamanya dalam pelaksanaan KKN juga harus menyesuaikan perkembangan masyarakat agar program-program pengabdian kepada masyarakat dapat berhasil baik.

Masyarakat Indonesia saat ini sudah semakin berkembang. Banyak sekali Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) ataupun desa-desa wisata yang maju pesat dan dapat meraih omset milyaran rupiah, yang digerakkan oleh komunitas masyarakat atau karang taruna. Mereka mampu memanage dan mempromosikan dengan baik sehingga hasilnya juga dapat mensejahterakan masyarakat sekitar.

Dengan kondisi seperti ini agaknya sudah tidak sesuai lagi jika program-program Pengabdian kepada Masyarakat dari perguruan tinggi masih menganut metode lama, yakni metode pendampingan. Maka perlu beralih kepada metode kemitraan berbasis pengembangan aset yang dimiliki masyarakat (Metode ABCD). Dengan metode ini masyarakat tidak lagi ditempatkan sebagai obyek atau subyek dari program yang akan di kembangkan perguruan tinggi, namun menjadi mitra kerja. Dengan metode ABCD masyarakat akan terpacu untuk melakukan banyak hal untuk mengembangan wilayahnya, perguruan tinggi juga akan memperoleh banyak hal yang bisa dipelajari dan dikerjakan.

Prof. Iswandi memberikan contoh, saat dirinya membawa tamu yang berkunjung ke Yogyakarta. Prof. Iswandi membawanya ke Kopi Klotok. Tamu itu heran sekaligus kagum, kenapa warung di tengah sawah dengan menu yang hanya biasa-biasa saja, pengunjungnya luar biasa yang datang dari seluruh Indonesia. Belum lagi kehadiran UMKM dan desa-desa wisata yang menjamur di seluruh wilayah Yogyakarta. Ada lagi Tengkleng Gajah yang dulu sepi, bisa rame luar biasa. Di Yogyakarta juga menjamur cafe-cafe kecil, sampai ke desa-desa menyatu dengan alam sekitar, dikelola Karang Taruna, dengan Brand masing-masing, manajemennya bagus, promosinya bagus. Omsetnya mampu menopang kesejahteraan masyarakat sekitar. Kenapa bisa berhasil? Menurut Prof. Iswandi, rahasianya adalah pengembangan dengan metode ABCD, yakni pemberdayaan berbasis Aset. Aset alam (panorama, tanah, air dan seterusnya) dan aset SDM (komunitas).

Menurut Prof. Iswandi, Metode ABCD adalah metode modern. Masyarakat Yogyakarta sudah banyak yang melakukannya, tanpa mengetahui bahwa metode yang dilakukannya itu luar biasa. Perguruan Tinggi-lah menjelaskannya secara sistematis. Pemerintah Daerah di DIY juga memiliki unit-unit pemberdayaan masyarakat yang solid. DPL UIN Sunan Kalijaga bisa merangkul unit-unit pemberdayaan masyarakat dan departemen terkait agar Metode ABCD dalam bidang Pengabdian kepada Masyarakat bisa efektif. Pihaknya yakin, Pak Jarot sebagai Konsultan Metode ABCD yang sudah memberikan pelatihan keliling Indonesia dapat memberikan pemahaman tentang metode ini dengan gamblang, dan para DPL dapat mengimplementasikannya dalam program-programnya di masyarakat dalam rangka memberdayakan masyarakat hingga ke pelosok desa.

Sementara itu, Jarot Wahyudi dalam paparannya antara lain menyampaikan, Metode ABCD merupakan Paradigma baru kemitraan universitas – masyarakat. Kementerian Agama ingin mengganti pengabdian perguruan tinggi menjadi kemitraan. Mengacu pada UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang pendidikan tinggi, dikuatkan dengan Peraturan Menteri agama Nomor 55 Tahun 2014, dan SK. Dirjen Pendis Nomor 4834, dimana ada poin yang menjelaskan tentang pengabdian berbasis riset. Hal ini untuk menjawab tantangan kemajuan teknologi digital, yang jika masyarakat dapat memanfaatkannya dengan cerdas dapat membawa kemajuan sosial – ekonomi yang luar biasa.

Kondisi ini mengisyaratkan bahwa perguruan tinggi bukan lagi menjadi lembaga yang superior. Tetapi perguruan tinggi harus membuka diri dan banyak melakukan kerja-sama kemitraan untuk dapat meraih kemajuan bersama. Maka paradigma Pengabdian kepada Masyarakat harus dirubah; dari mengabdi menjadi bermitra, dari memberi menjadi menggali potensi, dari mendampingi menjadi dialog dan memobilisasi pengetahuan dan pengalaman.

Memetakan Aset untuk Dikembangkan

Masyarakat saat ini tidak bisa lagi dianggap sebagai objek yang pasif. Tetapi sebagai aktor pembangunan. Maka dengan terjun ke masyarakat perguruan tinggi akan dapat meraih banyak pengalaman untuk dikembangkan di kampus. Artinya; pengabdian tidak bisa dianggap terpisah dari pendidikan. Pengabdian, riset dan pengajaran menjadi trilogi yang saling mengait. Pengabdian yang baik menjadi sumber pembelajaran. Universitas bukan lagi menjadi penyebar pengetahuan di saat melakukan pengabdian, tetapi universitas harusnya dapat menggali banyak hal pengetahuan dan pengalaman dari masyarakat, ketika melakukan pengabdian, yang kemudian menjadi pembelajaran yang berharga setelah kembali ke kampus. Paradigma yang lain; perguruan tinggi bukan lagi hadir untuk menyelesaikan masalah ketika melakukan pengabdian, tetapi mengidentifikasi aset untuk dikembangkan.

Sementara aset itu datang dari pikiran, pengalaman, keterampilan yang disampaikan dari masyarakat. Metode ABCD membantu perguruan tinggi untuk menemukan banyak aset yang dimiliki masyarakat untuk dikembangkan melalui proses Discovery, Dream, Define, Destine. Implementasi Metode ABCD dalam pengabdian melibatkan kerja tim antara Dosen, Mahasiswa, Masyarakat, Pemerintah setempat maupun komunitas atau lembaga yang konsen dalam program-program pemberdayaan masyarakat.

Dijelaskan Jarot, Discovery itu menggali untuk menemukan peta aset. Proses dialog yang dilakukan harus merupakan pertanyaan positif untuk menggali masyarakat bisa bercerita potensi. Dream; ajaklah masyarakat untuk menyampaikan mimpinya.

Gambaran mimpi mimpi itu didesain dalam gambar-gambar yang menarik untuk memacu langkah, mengimplementasikan program-program untuk mewujudkan mimpi-mimpi, agar dapat mensejahterakan. Define; menerjemahkan mimpi-mimpi itu menjadi gambaran program-program nyata, menggali kekuatan agar masyarakat dapat melakukannya. Destiny; masyarakat berani menyampaikan kepada mitra, sehingga masyarakat bergerak sendiri, bukan menggantungkan pada tim pengabdian.

Contoh implementasi Metode ABCD dalam Pengabdian kepada Masyarakat, salah satunya adalah Desa Ponggok dengan pengembangan Umbul Ponggoknya. Desa Ponggok dulunya adalah desa miskin, lewat tangan dingin Kepala Desa menjadi desa destinasi wisata yang sangat populer, sehingga pendapatan desa naik 48 kali. Aset yang dikembangkan potensi air yang melimpah. SDM setempat dibekali untuk melek teknologi android.

Melalui pengembangan wisata Umbul Ponggok ini, Desa Ponggok dapat memenuhi semua kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan secara mandiri. Tidak hanya Desa Ponggok, di wilayah Yogyakarta juga banyak yang bisa menginspirasi pengabdian pola ABCD. Metode ABCD juga tidak mengajari mahasiswa untuk menyebar proposal mencari sumbangan, yang mengkondisikan masyarakat menjadi tergantung. Metode ABCD mengajari mahasiswa untuk menggali potensi wilayah, memacu munculnya leader dari masyarakat setempat yang dapat menggerakkan warganya untuk mengembangkan potensi, dan mengajari mahasiswa untuk welcome menjalin kemitraan dengan siapapun. Metode ABCD dalam pengabdian juga nyambung dengan program MBKM, demikian jelas Jarot Wahyudi.

Pelatihan dilanjutkan dengan praktek-praktek penerapan program-program pengabdian kepada masyarakat berbasis aset oleh Sri Hidayati, dengan banyak memberikan contoh langkah langkah penerapan Metode ABCD dari desa-desa wisata maupun desa-desa yang berhasil dalam pemberdayaan UMKM. Trio Yonathan berharap DPL dapat meneruskan pemahaman tentang Metode ABCD dalam Pengabdian kepada Masyarakat ini kepada para mahasiswa yang akan melakukan KKN, hingga bisa menerapkannya. Sementara itu untuk memacu keberhasilan program program Pengabdian kepada Masyarakat di lingkup PTKIN dengan menerapkan Metode ABCD, Kementerian Agama telah mencanangkan kompetisi Pengabdian Kepada Masyarakat. PPM akan terus memantau seluruh pelaksanaan program-program Pengabdian kepada Masyarakat melalui KKN dan menyeleksi pelaksanaan yang terbaik untuk dapat dikompetisikan di tingkat Kementerian Agama. Dr. Muhrisun menambahkan, perlu disyukuri bahwa UIN Sunan Kalijaga memiliki penggagas dan perancang Metode ABCD, yakni Pak Jarot. Pak Jarot sudah keliling Indonesia untuk melatih para DPL di lingkup PTKIN maupun perguruan tinggi lainnya. Pihaknya berharap para DPL memanfaatkan kesempatan ini untuk menyerap lebih dalam pemikiran dan pengalaman Pak Jarot berbekal keikhlasan dan dedikasi yang tinggi. Karena program pengabdian itu tidak ada penghargaan finansialnya. Tetapi berbekal keikhlasan dan dedikasi yang tinggi itu, Dr Muhrisun yakin menjadi DPL akan banyak membuka peluang menjalin hubungan baik dengan pihak-pihak lain yang bisa memberikan banyak pengalaman untuk menunjang kinerja sebagai Dosen, demikian Dr. Muhrisun. (Weni/Alfan/Ihza)