Perkuat Moderasi Beragama, UIN Sunan Kalijaga Selenggarakan Pelatihan Kepemimpinan dan Moderasi Beragama Bagi Ormawa dan UKM

Bagian Kemahasiswaan dan Alumni, UIN Sunan Kalijaga mengajak Organisasi Kemahasiswaan (ORMAWA) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) untuk memperkuat moderasi beragama dengan menyelenggarakan kegiatan Pelatihan Kepemimpinan dan Moderasi Beragama bagi ORMAWA dan UKM. Kegiatan ini merupakan cara untuk menyelaraskan morality dengan kebhinekaan. Acara yang dilaksanakan 23-25/5/2022, bertempat di @HOM Premiere By Horison Hotel Timoho ini dihadiri Kepala Seksi Kemahasiswaan Kemenag RI, Amirudin Kuba, M.A dan para Wakil Dekan 3, bidang Kemahasiswaan dan Kerja-sama UIN Sunan Kalijaga serta diikuti oleh 50 peserta dari ORMAWA dan UKM.

Prof. Dr. Phil Al Makin membuka acara tersebut dengan keynote speak “Memperkuat visi kepemimpinan mahasiswa dalam memperkuat moderasi beragama di kalangan milenial” moderasi itu penting dengan konsep moderasi maka harus sejalan dengan morality dan dipasangkan dengan kebhinekaan. Ketika kita bicara moderasi maka kita harus merangkul semuanya karena moderasi adalah sikap kita terhadap orang lain. Menjadi orang moderat, toleran, keberagaman itu membutuhkan belajar. Dalam agama sendiri kita harus berbuat apa yang kita mampu yaitu gunakan semua kesempatan untuk mengetahui berbagai macam moderat yang ada di Indonesia seperti syi’ah, sunni, ahmadiyah, dll.

Menyambung paparan Prof. Dr. Phil Al Makin, Wakil Rektor 3, bidang Kemahasiswaan dan Kerja sama, Dr. Abdur Rozaki, M.Si ., menyampaikan materi kepemimpinan visioner mahasiswa untuk memperkuat moderasi beragama dalam bingkai NKRI dimana moderat itu menciptakan empati terhadap minoritas. Menjadi moderat tidak harus berganti iman. Justru semakin orang itu beriman, maka akan berkawan lintas iman, dan tumbuhkah untuk lingkungan, bangsa, dan negara agar jiwanya senantiasa tumbuh untuk rahmatan lil alamin. Moderasi harus mempunyai komitmen kepada NKRI, akomodatif dengan budaya lokal dan toleransi, tuturnya. Mahasiswa yang aktif di ORMAWA dan UKM diharapkan bangkit dengan spirit Keislaman dan Pancasila seperti cinta tanah air. Menjadi kekuatan aktif dalam narasi keagamaan kelompok konservatif; radikalis; ekstrimis; jihadis dengan agama yang kritis-moderat, memperkuat pergaulan lintas agama; etnis dan memperkuat mainstreaming moderasi di tingkat kemahasiswaan.

Kepala Seksi Kemahasiswaan Kemenag RI, Amirudin Kuba, M.., memaparkan bahwa Moderasi beragama yaitu cara pandang kehidupan beragama sesuai dengan ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan untuk membangun kemaslahatan umum yang berlandasan keadilan. Moderasi beragama penting karena perbedaan itu merupakan sunnatullah, keragaman merupakan fitrah bangsa, Pancasila merupakan cerminan nilai asli masyarakat. Peran ORMAWA itu harus menjadi tipe mahasiswa organisatoris (aksi), mahasiswa akademis. Harapannya mahasiswa menjadi agent of change dengan mematuhi tri dharma perguruan tinggi, berani keluar dari kelompok, tabayyun, dan berprestasi, ungkap Amirudin.

Sementara itu para Wakil Dekan 3 dalam pemaparan materi mengenai kepemimpinan yaitu minat dan bakat mahasiswa untuk berprestasi dengan mengembangkan kreativitas kepemimpinan yang visioner dengan cara belajar untuk bisa hidup bersama dengan learning to life dan learning to do untuk menjadi pribadi yang unggul moral dan spiritual. Skill yang perlu dikembangkan oleh mahasiswa: berfikir kritis, kreativitas, memanajemen SDM, harus berhubungan dengan orang lain, mengambil keputusan, service orientation, kemampuan negosiasi, kemampuan problem solving, penguasaan literasi. Menjadi seorang pemimpin harus punya impact dan priority, bukan yang terkuat yang mampu bertahan, melainkan yang paling adaptif dalam merespon perubahan.

Merawat Keberagaman Melalui Persahabatan antar Iman

Satu rangkaian dengan agenda pelatihan, Dr. Abdur Rozaki mengajak para pengurus ORMAWA dan UKM di tingkat Universitas dan para Wakil Dekan bidang Kemahasiswaan dan Kerja-sama dan staf bidang kemahasiswaan dan alumni melakukan kunjungan ke Gereja Katolik HKTY Ganjuran Bantul. Abdur Rozaki menjelaskan bahwa tujuan kunjungan ini adalah bagian dari merawat keberagaman melalui persahabatan antar iman. Para mahasiswa perlu diajak berkenalan untuk saling memahami agama lain. "Tidak sebatas sibuk berdinamika di dalam lingkungan tembok keberagamaannya sendiri, tapi melampaui temboknya (beyond the wall), sebagaimana sering disampaikan oleh Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof Al Makin.

Ada 3 alasan penting mengapa Dr. Rozaki memilih Gereja Ganjuran untuk melakukan studi banding implementasi moderasi beragama dari agama lain. Yang pertama, saat kongres mahasiswa tahun 1998, kesulitan mencari tempat bernaung, gereja Ganjuran dibuka lebar untuk melaksanakan kongres. Yang kedua, ketika para mahasiswa kala itu melakukan pergerakan, Gereja Ganjuran, dan juga Syantikara mensuport penuh. Saat lulus sarjana bersama Romo Beni dan Romo Sumarsono melakukan pergerakan, Gereja Ganjuran juga yang menjadi tempat yang nyaman untuk menyusun strategi pergerakan. Yang ketiga, Gereja Ganjuran dapat beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan tradisi dan budaya setempat. Juga dapat bersama – sama pemeluk agama lain di wilayah Bantul, membangun religiusitas dalam keberagaman, kata Rozaki.

Rombongan dari UIN Suka diterima Rama Sugi Hartanto dan staf Gereja (Budi dan Aris Dwiyanto). Sebelum acara dialog, rombongan dari UIN Suka diajak berkeliling kompleks Gereja Ganjuran. Di tengah bangunan kompleks Gereja Ganjuran terdapat bangunan yang sangat unik dan kokoh berbentuk Candi. Aris menjelaskan, bangunan berbentuk Candi itu dibuat pada tahun 1927 dari batuan yang diambil dari Lereng Merapi, untuk tujuan berdoa, bukan untuk sesaji. Candi mengisyaratkan kearifan lokal, kebudayaan asli masyarakat Jawa. Belanda membuat tempat ini, agar masyarakat setempat tidak merasa asing berada di tempat itu. Ketika Jepang menghancurkan semua bangunan di wilayah Ganjuran, termasuk Gereja dan Pabrik Gula, Candi itu tetap berdiri kokoh. Demikian juga saat terjadi gempa di wilayah Bantul 2006, bangunan Candi juga tetap berdiri kokoh. Ini menandakan bahwa kearifan lokal atau budaya asli Jawa sesungguhnya tidak menyalahi Kehendak Tuhan yang Maha Kuasa. Tahun 1992, di bawah bangunan Candi ditemukan sumber mata air yang besar, sehingga sampai sekarang dapat dinaikkan untuk menghidupi masyarakat sekitar gereja. Ini adalah bukti kemurahan dari Tuhan, imbuh Aris.

Romo Sugi memaparkan, kebersamaan antar iman perlu terus dipupuk. Pihaknya terus membangun kerja-sama dalam keberagaman. Sering berkunjung ke pesantren untuk membuat program-program kerja bersama. Pengurus Gereja Ganjuran juga menyatu dengan masyarakat sekitar, dengan tidak membeda-bedakan agama. Menyatu dengan aktivitas sosial masyarakat, serta ikut merawat tradisi Jawa, dan tradisi-tradisi keagamaan, seperti peringatan hari-hari besar keagamaan, selalu ikut mensukseskan kegiatannya. Gereja Ganjuran juga menjadi tempat yang nyaman untuk pertemuan dan diskusi berbagai lembaga dan komunitas masyarakat Bantul (kanca tani, koperasi dan seterusnya). Dalam kegiatannya sehari hari Gereja Ganjuran melakukan gerakan ekonomi bersama para Ro’is Islam, kenduri bersama yang didoakan sesepuh Muslim, berkunjung kepada para tokoh Muslim, dan melakukan berbagai kegiatan sosial bersama-sama dengan Hindu, Islam, kratonan, dan jawa.

Semua itu dilakukan berdasarkan kitab suci bahwa manusia hidup harus saling mengasihi. Semua Nabi juga mengajarkan tentang kasih sayang antar sesama. “Dengan selebrasi dan perayaan keagamaan, kita semua belajar untuk saling mengasihi dan peduli. Mengimplementasikan kehidupan yang cinta kasih. Setan dan Iblis tidak mau kebaikan dan cinta kasih itu berkembanga, kata Romo Sugi.

Di akhir sesi pertemuan, Dr. Abdur Rozaki mengungkapkan bahwa dialog antar umat beragama bukan dilakukan dengan berdepat, tetapi menyelami ke dalam kegiatan keagamaan dan sosial dari masyarakat agama lain, seperti di Ganjuran ini. Untuk mengetahui Islam yang sesungguhnya perlu menyelami kehidupan pemeluk agama lain, sehingga dapat menganut Islam secara mendalam. Pihaknya juga mengajak para mahasiswa untuk merawat keberagaman agar tercipta kehidupan yang damai-sejahtera, merawat kekayaan budaya asli Indonesia agar tidak kehilangan jati diri, dan mengekspresikan nilai – nilai agama berdasarkan cinta kasih kepada sesama, seperti yang dilakukan umat Kristen di Ganjuran ini. (Weni/Doni/Ihza)