Pusat Studi ISAIs Gelar Penguatan Moderasi Beragama bagi Pejabat Administrator UIN Sunan Kalijaga

Pusat Studi Islam Asia Tenggara, ISAIs (Institute of Southeast Asian Islam) menggelar Orientasi Penguatan Moderasi Beragama di kalangan pejabat administrator UIN Sunan Kalijaga bertempat di Hotel Aveon Yogyakarta pada tanggal 5 s.d 7/9/2022.. Di tengah masa orientasi itu hadir para pemateri Ketua Pokja Moderasi Beragama Kementerian Agama Alissa Wahid, Menteri Agama periode 2014-2019, Dr. H. Lukman Hakim Saifuddin (LBH), dan Guru Besar Ilmu Tafsir, Prof. Dr. Phil Sahiron Syamsudin, MA.

Mengawali penyelenggaraan kegiatan ini, Rektor UIN Sunan Kalijaga Prof. Dr. Phil Al Makin dalam sambutannya menyampaikan bahwa moderasi adalah suatu perilaku yang timbul dari pengalaman masing-masing. Oleh karenanya, moderasi itu unik bagi setiap orang. “Pengalaman saya, dengan bersikap moderat maka kita akan damai. Jika kita bisa mentoleransi orang yang berbeda secara iman, maka akan tumbuh rasa moderat kita, rasa toleransi kita, dan rasa persaudaraan kita, sehingga kita bisa menjaga perdamaian.” Menurut Filsuf kuno, if you want to be trusted, please trust. If you want loved, please love. Jika anda ingin dipercaya, maka percayalah orang lain. Dan jika ingin dicintai, maka cintailah orang lain, tambahnya.

Moderasi Beragama sendiri merupakan salah satu Program Prioritas RPJMN 2020-2024. Dari program prioritas itu, pemerintah kemudian menurunkan lagi menjadi 4 (empat) Kegiatan Prioritas. Direktur Pusat Studi ISAIs UIN Sunan Kalijaga, Ahmad Anfasul Marom, S.H.I., M.A., mengatakan kebijakan tersebut patut kita dukung di tengah menguatnya formasi sosial yang mengatasnamakan agama di pelbagai belahan dunia khususnya Indonesia.

“Beberapa bulan lalu kita dengar bagaimana penyalahgunaan kotak amal yang terhubung dengan jaringan terorisme Jemaah Islamiyah (JI), bahkan yang baru saja terjadi ini juga sama yakni lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT). Belum lagi praktik-praktik beragama lainnya yang turut menyumbangkan potret buram moderasi beragama kita semisal penolakan pendirian rumah ibadah, pemaksaan jilbab dan kekerasan seksual.” ujarnya.

Kalau dirunut ke belakang sebenarnya gagasan ini telah diinisiasi oleh Menag LHS sejak tahun 2016. Saat itu banyak sekali hoax dan hate speech di tengah tahapan Pilgub DKI dan Pilpres 2019. Polarisasi masyarakat sangat terasa sekali, namun gagasan itu baru bisa menjadi kebijakan RPJMN pada tahun 2020. Tampaknya Menag LHS melihat bahwa berindonesia itu ya beragama ataupun sebaliknya. Untuk itu Kementerian Agama harus menjadi leading sector dalam mengawal kebijakan ini.

Selanjutnya, Alissa Wahid dalam sesi lain menambahkan bahwa program moderasi beragama ini jangan ditangkap sama dengan model pelatihan-pelatihan kementerian umumnya, lho. Ini harus menjadi gerakan yang sistemik bagi pemerintah untuk memperkuat perspektif moderasi beragama birokrasinya dalam melayani masyarakat. Khususnya kementerian agama selaku leading sector program ini. Sosok yang dikenal luas karena sumbangsihnya di sektor sosial terutama tentang multikulturalisme, demokrasi serta hak asasi manusia (HAM) dan gerakan Muslim moderat di Indonesia. Alissa memaparkan moderasi beragama kerap menjadi perbincangan publik karena masuk dalam program prioritas Nawa Cita Presiden Jokowi. Dirinya juga menyampaikan pentingnya membangun masyarakat yang saleh, cerdas, moderat dan unggul sesuai dengan Visi Kementerian Agama. “Masyarakat seperti ini bisa diwujudkan dengan 4 kualitas, yaitu kualitas kehidupan keberagamaan, kualitas pendidikan keagamaan, kualitas persaudaraan antar agama dan kualitas kehidupan pesantren.” jelasnya.

Model pelatihan ini berbeda dengan mode-model pelatihan ASN biasanya. Karena para peserta akan diajak menyelami persoalannya sendiri dengan alat analisis sosial gunung es. Kemudian bersama-sama memperbaiki mental model dan struktur birokrasi yang selama ini dirasa turut membentuk layanan publik yang tidak imparsial alias tidak moderat. ISAIs berharap dengan materi-materi kunci seperti udar asumsi, iceberg analisis, sketsa keberagamaan, dan membangun gerakan kepeloporan turut memperkuat perspektif/mental model baru para peserta pelatihan ini.

Pada hari kedua, Wakil Rektor II Bidang Administrasi Umum, Perencanaan Dan Keuangan UIN Sunan Kalijaga, Prof. Dr. Phil. Sahiron, M.A., menyampaikan bahwa moderasi agama telah hadir sejak dahulu dimana saat ini, gerakan moderasi beragama kembali digaungkan dengan beberapa alasan, diantaranya (1) untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa yang plural dan beragam dari sisi agama, (2) mulai munculnya gerakan keagamaan yang radikal negatif, cirinya yakni tidak toleran dengan penganut agama lain. Selain itu, (3) terdapat banyak kasus suka melakukan kekerasan fisik dan psikis terhadap orang yang tidak sepaham. Hal tersebut akan memunculkan kerusakan. (4) Tidak mau menghormati budaya dan tradisi lokal. Seseorang belum memahami tradisi, tapi sudah berasumsi. Padahal asumsi dengan realita tidak selalu sama. Dan yang terakhir, (5) tidak memiliki komitmen berbangsa dan bernegara. Objek moderasi beragama dapat dimulai dari diri sendiri, orang lain, budaya dan NKRI, tutur Prof. Dr. Phil. Sahiron, M.A. (Nurul/Laela/Ira/Ihza/Weni)