AICoSH FISHUM UIN Suka Bahas Kemanusiaan, Kontribusi Mengatasi Perang dan Konflik Dunia
Pembukaan AICosH tahun 2022, Dekan FISHUM Memberikan Sambutan
Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora (FISHUM) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta mengadakan konferensi internasional Annual International Conference on Social Science and Humanities (AICoSH) 2022 dari tanggal 15 s.d. 17/9/2022. Konferensi internasional yang mengangkat tema, "Humanity in War and Conflict: Beyond Time and Space / Kemanusiaan dalam Perang dan Konflik: Lintas Waktu dan Ruang," digelar di Interaktif Center FISHUM, kampus UIN Suka Yogyakarta.
Konferensi internasional kali ini dilatarbelakangi situasi dunia yang sedang mengalami masa sulit imbas dari konflik Rusia dan Ukraina. Konferensi ini bertujuan untuk mempertemukan para peneliti dari berbagai negara dan disiplin ilmu, untuk menyebarluaskan penelitian mereka, dan pada akhirnya membahas signifikansi, pengaruh, dan kontribusi potensial Ilmu Sosial dan Kemanusiaan dalam masalah perang dan konflik. Perang menyebabkan tersendatnya pasokan pangan dan energi menjadi penyebab krisis yang melanda berbagai negara di dunia saat ini.
Tahun 2022 juga mewarisi banyak konflik bencana yang berkelanjutan dari tahun-tahun sebelumnya, mulai dari invasi Rusia ke Ukraina, pemberontakan Taliban di Afghanistan, hingga serangan bersenjata Israel yang tak ada habisnya di Palestina. Belum lagi kasus-kasus pelanggaran HAM yang kurang terekspos seperti sengketa wilayah India-Pakistan atas Kashmir, persekusi terhadap warga Rohingya di Myanmar, dan dugaan genosida terhadap warga Uyghur di China. Tidak terbatas pada perang dan konflik bersenjata, perang informasi di ruang digital juga telah menjadi isu kemanusiaan yang mengkhawatirkan di dunia saat ini. Pertumbuhan ekonomi yang melambat, keterbatasan energi dan bahan pangan menimbulkan gejolak dan kegagalan pemerintah di beberapa negara. Semua itu mengakibatkan "kebangkrutan". Nilai luhur umat manusia/kemanusiaan pun dipertaruhkan.
Mengawali pelaksanaan AICoSH, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora (FISHUM), Dr. Mochamad Sodik, S.Sos., M.Si., menjelaskan, AICoSH 2022 digelar secara offline setelah dua tahun berturut-turut terlaksana secara online karena Pandemi Covid-19. AICoSH 2022 didesain untuk menjadi ruang diskusi yang diharapkan dapat membantu berkontribusi pada perubahan sosial yang disebabkan oleh konflik dan perang. Panitia pelaksana, Lukman Nusa, M.I.Kom., menambahkan, konferensi ini diharapkan dapat memperkuat wacana tentang isu-isu dan perspektif yang muncul dari tiga Jurusan Ilmu Sosial, yakni: Psikologi, Sosiologi dan Ilmu Komunikasi, pemahaman fenomena sosial di semua tingkat analisis, dihadiri oleh peserta dari berbagai negara termasuk Jerman, Irlandia, Australia, Turkey, Malaysia, Filipina dan Indonesia. Pihaknya berharap, AICoSH 2022 menjadi tonggak perhatian untuk problem-problem kemanusiaan di tingkat dunia sehingga UIN Suka dan Fishum mendunia dalam basis perdamaian dan religiusitas.
Wakil Rektor 2, bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan, Prof. Sahiron, membuka konferensi melalui zoom. Dalam sambutannya Prof. Sahiron menyampaikan harapannya bahwa AICoSH dapat menyebarkan pesan-pesan perdamaian berdasar hasil riset. Disampaikan Prof. Sahiron, pada zaman nabi Muhammad SAW telah terjadi banyak sekali peperangan dan konflik. Tetapi beliau mengajarkan kita untuk tidak balik menyerang siapapun yang memerangi kita, tetapi untuk menyebarkan pesan-pesan perdamaian.
Memberikan sambutan melalui video, Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Dr. Phil Al Makin, M.A., mengapresiasi pelaksanaan konferensi internasional AICoSH 2022, yang pada tahun ini merupakan tahun keempat digelar di UIN Sunan Kalijaga. Prof. Al Makin menyampaikan, pandemi Covid-19 mengubah banyak aspek kehidupan manusia, termasuk mengubah cara manusia memandang dunia dan memandang agama. Disisi lain, dunia juga menghadapi tantangan dari adanya konflik antara Rusia dan Ukraina. AICoSH 2022 dengan tema Humanity in War and Conflict: Beyond Time and Space, sangat relevan, dan menjadi ruang yang penting, serta kolaborasi positif untuk mendiskusikan ide, hasil riset, serta pengalaman, dalam upaya mengatasi tantangan yang dihadapi semua negara dunia.
Brigjen Pol Dr. Andry Wibowo, S.IK., M.Si., Kepala Badan Intelijen Negara DIY menyampaikan materinya yang bertajuk “Legalistic Humanism Between Idea and Actualization of The Humanity Concept in The History of War and Conflict.” Andry Wibowo menceritakan pengalamannya mengenal kemanusiaan. Mulai dari saat guru sekolah dasarnya memperkenalkan Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, dan tuntunan perilaku bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kemudian di akademi kepolisian, dan dari pengalamannya sebagai umat beragama yang berbudaya. Menurutnya, nilai-nilai agama dapat menyatu dengan Budaya Jawa dan Budaya Nusantara menjadi penuntun dalam kehidupan bangsa Indonesia yang berisi kode etik budaya dan agama yang saling melengkapi sebagai satu kesatuan tuntunan dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, berperspektif kemanusiaan. Sementara kemanusiaan adalah peduli, membantu, melindungi, menghormati, menghargai, memahami orang lain.
Konsep kemanusiaan dan Konsep humanisme legalistik yang ada dalam sistem hukum internasional menjadi konsep yang disusun dan diciptakan untuk menjembatani konflik sampai di tingkat global. Meskipun pada kenyataannya kedua konsep ini belum sepenuhnya mampu mencegah perang dan konflik, setidaknya konsep kemanusiaan dan humanisme legalistik merupakan satu-satunya norma yang melindungi banyak negara, bangsa, komunitas dan individu dari efek yang ditimbulkan oleh perang dan konflik.
Disampaikan Andry Wibowo, peran akademisi di berbagai rumpun keilmuan sangat dibutuhkan untuk sumbangsih pemikiran, gagasan dan ide-ide tentang perdamaian, kemanusiaan dan hak hidup seluruh umat manusia. Akademisi diharapkan mampu menjadi katalisator bagi ketegangan dan kebuntuan politik yang mengakibatkan konflik baik dalam skala lokal, regional maupun global.
Dr Bono Setyo, Dosen Ilmu Komunikasi FISHUM UIN Suka Yogyakarta menyampaikan hasil riset tentang perbedaan mazhab di Lombok Timur antara mazhab Sunni dan Wahabi, hingga memicu konflik. Disampaikan, selain contoh perbedaan di Lombok Timur, masih banyak wilayah Indonesia yang terkondisi banyak perbedaan, yang rentan memicu konflik. Namun melalui implementasi pancasila, membuktikan Indonesia dapat mengelola perbedaan menjadi kekuatan. Perbedaan agama, aliran, politik, gender, ekonomi, menjadi kekuatan diversitas. Ke-depan jika Indonesia dapat mengelola kekuatan diversitas ini, bukan mustahil Indonesia dapat menjadi kekuatan dunia, tutur Bono Setyo.
Dosen Sosiologi Fishum UIN Sunan Kalijaga, Achmad Uzair, S. IP., M. A., Ph. D., yang saat ini menjabat sebagai Staf Ahli BPIP menyampaikan, risetnya mengenai Natuna yang diprediksi kedepannya akan menjadi wilayah terdepan di Indonesia. Menurutnya, sejak kita mengenal globalisasi, tidak ada lagi sekat, tidak ada lagi kesatuan, tidak ada lagi teritorialitas. Saat ini Natuna sedang mengalami dilema mengenai sekuritisasinya yang akan diubah menjadi Pearl-Habour Indonesia. Indonesia perlu memperkuat kehadiran militer Indonesia di kawasan Natuna, guna mengatasi kecemasan mengenai masa depan Indonesia dalam lingkup global. Indonesia juga perlu peningkatan infrastrukturnya berupa jalanan, pelabuhan, listrik dan seterusnya agar Indonesia dapat mengoptimalkan perannya untuk perdamaian dunia melalui Natuna.
Pada forum AICoSH kali ini juga hadir menjadi pembicara dari berbagai negara; Dr Harris Shah Bin Abd Hamid dari Departement Psychology at University of Malaysia, Dr Oliver Pye dari Departement Sociology at University of Bonn Germany, Dr Yenal Gokusn dari Departement Communication at Marmara University Turkiye. (Tim Humas)