Dosen UIN Sunan Kalijaga Suarakan Pemberdayaan Perempuan di Ranah Digital
Yanti Dwi Astuti, S.Sos.I, M.A. (tengah), Dosen UIN Suka Jadi Pembicara Acara Kemenkominfo
Perempuan memiliki peran strategis dalam meningkatkan perekonomian rumah tangga, terutama dalam memanfaatkan media digital untuk bekerja. Tahun 2018, Menteri Keuangan Sri Mulyani, menjelaskan bahwa peningkatan inklusi keuangan perempuan akan meningkatkan kesejahteraan, mengurangi kemiskinan, dan menjembatani kesenjangan yang sering menjadi permasalahan negara berkembang.
Bersamaan dengan adanya Momentum Revolusi Industri 4.0, menargetkan Indonesia sebagai salah satu dari 10 ekonomi besar dunia pada tahun 2030. Karena itu, diharapkan perempuan mampu memberdayakan dan memanfaatkan digitalisasi platform ekonomi digital.
Hal ini terungkap dalam diskusi publik yang melibatkan tiga Dosen Ahli dari yakni: Devi Adriyanti dari UAD, Yanti Dwi Astuti dari UIN Sunan Kalijaga, dan Associate Professor – Administrasi Publik UNSOED/Pengurus Pusat IAPA, Dwiyanto Indiahono. dalam diskusi daring #MakinCakapDigital, Kemenkominfo berkolaborasi dengan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi bertajuk "Menyuarakan Pemberdayaan Perempuan di Ranah Digital" pada Selasa (1/8/22).
Dosen & Peneliti di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Yanti Dwi Astuti yang juga sebagai tim dari GNLD memaparkan tentang kesenjangan digital di Indonesia. Data yang ia miliki menyebutkan bahwa 10% masyarakat Indonesia tidak pakai internet karena tidak paham teknologinya.
Kemudian, 7-4% orang Indonesia kesulitan mengakses internet karena masalah biaya, uraiannya: 4,0% tidak memiliki smartphone, 1,5% tidak punya komputer, 1,0% terlalu mahal membeli, 0,9% mahal biaya pakai atau beli kuotanya. Akibat kesenjangan digital, lanjut Yanti, komunikasi dan informasi terhambat, dan hanya menjadi penonton. Lalu, pendidikan menjadi tidak maksimal.
Tak hanya itu, ada juga kesenjangan digital dari segi gender. Analisis Web Foundation, pada 2020, menemukan bahwa laki-laki 21% lebih mungkin mengakses internet daripada perempuan, angka ini naik menjadi 52% di negara-negara berkembang. "Di Indonesia, kesenjangan digital ini menimpa para perempuan di desa, perempuan dengan pendidikan rendah dan Lansia perempuan," ucap Yanti.
Bagi Yanti, perempuan di era digital memiliki potensi serta peran yang sangat penting dan strategis. Sehingga pemberdayaan perempuan perlu didukung dan difasilitasi demi kemajuan bangsa. "Di sini peran negara sangat penting menemukan solusi untuk mengurai kesenjangan digital ini. Caranya meningkatkan skill literasi digital perempuan dalam penggunaan teknologi," ucapnya.
"Perempuan di berikan akses pelatihan keterampilan, pendampingan dan motivasi untuk mengembangkan usaha seperti UMK, serta akses digital seperti pemberian pelatihan bisnis dan pengelolaan keuangan berbasis digital," sambung Yanti.
Sementara itu menurut Devi, masih banyak kendala yang menghambat pemberdayaan perempuan di ranah digital. Diantaranya, pemerataan infrastruktur digital. Pemerataan ini tujuannya untuk mempermudah aktifitas kaum perempuan dalam melakukan aktivitas produktif. "Mendorong kaum perempuan Indonesia menguasai literasi digital," kata Devi.
Devi melanjutkan, pengetahuan literasi digital akan meningkatan kualitas diri dan kemampuan kewirausahaan untuk perempuan, dan juga memberi kesadaran tentang hak-hak perempuan di dunia digital. "Perempuan yang berdaya di dunia digital, dia memiliki kepercayaan diri dan pengetahuan sehingga mampu berkiprah dengan layak di dunia digital," kata Devi.
Namun, apa yang harus diperjuangkan perempuan di dunia digital? menurut Devi, perempuan harus memperjuangkan peluang dan posisi berkarya yang setara, upah yang setara dan layak. "Jaminan keamanan dari kejahatan cyber. Peluang menambah pengetahuan dan keterampilan. Kebijakan yang tidak diskriminatif," tegas Devi.
Senada, Associate Professor – Administrasi Publik UNSOED/Pengurus Pusat IAPA, Dwiyanto Indiahono menekankan, yang harus terus disuarakan dan diperjuangkan untuk pemberdayaan perempuan di ranah digital ialah pemerataan infrastruktur digital, literasi digital, dan pelatihan keterampilan kewirausahaan bagi perempuan.
"Termasuk pengembangan kapasitas perempuan. Karena ini berdampak pada ekonomi digital marketing, kewirausahaan, pendidikan pengembangan pengetahuan untuk diri dan keluarganya.Semuanya itu bisa terjadi jika pengetahuan literasi digital perempuan meningkat," kata Dwiyanto.
Informasi lebih lanjut dan acara literasi digital GNLD Siberkreasi dan #MakinCakapDigital lainnya, dapat mengunjungi info.literasidigital.id dan mengikuti @siberkreasi di sosial media. (Weni/Ihza)