Prof. Arskal Salim Beri Pembekalan Peserta TOT Penguatan Moderasi Beragama di Kampus UIN Sunan Kalijaga
Pada hari kedua pelaksanaan Training of Trainers (TOT) Penguatan Moderasi Beragama dengan 30 peserta terdiri dari jajaran pimpinan Universitas, Fakultas, Pascasarjana, Lembaga, Pusat Studi dan Unit di lingkup UIN Sunan Kalijaga, Kepala Litbang Kementerian Agama RI, Prof. Arskal Salim memberikan pembekalan. Prof. Arskal Salim memberikan materinya bertema Harmoni dalam keragaman. Disampaikan, ada sisi dari otak kita, ketika dipicu narasi/hal yang sensitif, meradang, kemudian merespon kea rah konflik. Agama bisa dijadikan alat untuk memicu konflik. Dalam kondisi seperti itu, kearifan lokal jadi peredam konflik. Seperti sikap sikap sabar, legawa, ngemong itu adalah contoh cotoh kearifan lokal yang dimiliki bangsa Indonesia. Moderasi beragama memiliki akar pada budaya dan kearifan lokal sebagai bekal untuk meredam konflik dan menyemai keharmonisan dalam keberagaman. Moderasi beragama ini bukan proyek, dan bukan barang baru. Tetapi sudah tumbuh bersama kekayaan budaya dan kearifan lokal bangsa Indonesia.
Kementerian agama memiliki tanggungjawab untuk menyemai dan mengembangkan konsep dan realisasi moderasi beragama dalam pola hidup bangsa Indonesia sehari hari. Sehingga perlu diselesaikan dulu dari dalam. ASN kementerian Agama harus memahami dulu secara mendalam bagaimana p;enerapan moderasi beragama dan menjadi penuntun sikap keseharian. Selanjutnya bisa memberi tauladan, untuk promosikan ke kementerian lain. Di sisi lain, 87% penduduk Indonesia muslim. Muslim memiliki tanggungjawab tertingi untuk menerapkan moderasi beragama, karena mayoritas.
Karena mayoritas itu pula, harusnya Muslim menjadi tauladan dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, menyemai harmoni dalam keberaganan. Yogoslavia bisa menjadi contoh, dimana Serbia adalah mayoritas Muslim disana, yang tak pernah bisa melindungi dan mengayomi yang minoritas, sehingga Yugoslavia bubar menjadi negara negara keci. Oleh karena itu pada negara Majemuk seperti Indonesia, identitas agama tidak perlu ditunjukkan secara berlebihan.
Namun realitanya, kita umat Muslim mayoritas masih cenderung menindas. Contoh dalam mendirikan rumah ibadah, non muslim ijinnya dipersulit. Pun juga dalam pengaturan manajemen masjid, masih ada aja segolongan Muslin yang tidak mematuhi aturan negara, merasa dibatasi dalam beribadah. Padahal jika Muslim menerapkan kearifan lokal dengan mengedepankan sikap sabar dan legawa, aturan negara akan dipatuhi agar kehidupan yang majemuk menjadi harmonis, tanpa mengurasi esensi nilai dan pelaksanaan ibadah.
Prof. Arskal Salim memaparkan realita sikap sikap umat Muslim, seperti publikasi identitas yang berlebihan, balas membalas, sehingga pemicu konflik. Mayoritas sekelompok Muslim masih saja bersikap memaksakan kehendak, belum bersikap mengayomi. Sementara itu hasil riset Litbang yang penting dipahami terkait tiga kelompok masyarakat yang memiliki ciri khas yang dipengaruhi oleh pesatnya teknologi digital. Masyarakat urban 57,7%, masarakat klas menengah 62,8%, dan masyarakat millennials 34%. Ketiganya memiliki ciri daya beli yang meningkat, fleksibel-ekspresif, cebderung bebas dan tak mau menuruti aturan yang ada. Ketiganya juga terus berkembang mendominasi populasi. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri untuk merancang agenda kegiatan penguatan moderasi beragama (akan dibuat seperti apa).
Usai pemaparan dari Prof. Arska;l Salim, peserta diberi kesempatan untuk menyampaikan masukan. Beberapa peserta menyampaikan masukan antara lain; Perlunya dibidik trainer dari kalangan guru. Karena rokognisi pemahaman moderasi beragama harus sejak dini. Literasi pembelajaran dan bermedia berbasis moderasi beragama. Sebagai kekal ketika berinteraksi dengan internet. Supaya tidak mudah terpengaruh narasi hoax, karakter pribadi menjadi kuat. Millennial perlu dibidik. Karena kebiasaan berinteraksi dengan internet yang tinggi. Rata rata bersentuhan dengan internet, millennial 7 jam per hari. Orang tua hanya 4 jam sehari. Mereka yang tak menyukai moderasi beragama lebih inten membuat konten di internet, kyai, ustadz, guru yang moderasi kalah jauh, maka perlu menacu
Program-program moderasi beragama berbasis konten di internet; cara hidup dan cara beragama yang moderative. Perlu diciptakan animator, konten kreator dalam bingkai moderasi beragama. Jangan hanya mencetak trainer. Bisa juga ASN kemenag, aktif menjadi konten creator menyampaikan nasehat-nasehat terkait moderasi beragama lewat medsos. Buat video pendek. Kita hidup di era konten, diperlukan literasi produksi konten, itungan detik, bermanfaat bagi pemahaman moderasi beragama. Maksimum 15 kata meresap di hati, sasaran utama millennial. Masif produksi dan distribusi konten (Prof. Iswandi).
Sementara itu Kepala Badan Litbang Agama, Prof. Amin Suyitno menyampaikan, Mengapa penting mengembangan TOT Penguatan Moderasi Beragama. TOT memang belum bisa diandalkan efektif membendung arus radikalisme. Tetapi bisa untuk memahami laju perkembangan radikalisme di Indonesia, karena rekam jejak media masyarakat Indonesia bisa dipahami melalui profil digitalnya. Dan itu bisa dilakukan Kementerian Agama. Dari situ bisa dilihat Problem moderasi Beragama di Indonesia, sebagai pegangan untuk membuat program program kegiatan penguatan moderasi beragama. Jadi TOT bukan untuk mrmbendung, tetapi upaya sistemik. Karena pengaruh radikal itu sistemik Kementerian agama sudah selalu terlambat, karena radikalisme arus dan sistemnya cepat. Trend terbaru, arus radikalisme di kalangan siswa dan mahasiswa terus naik. Maka moderasi tak sebatas sosialisasi. Tetapi membekali pemikiran Siswa dan Mahasiswa. Trainer harus selali update perkembangan kondisi masyarakat terkini. Hasil internalisasi di TOT, karena terstruktur dan sistematis, akan mengendap dalam pemikiran, dan berpengaruh secara signifikan pada lingkungannya melalui aktifitas sehari hari.
Agenda TOT dilanjutkan diskusi kelompok dengan tema-tema: mangatasi kasus, memasukkan internalisasi pemahaman moderasi ke dalam pembelajaran dan dalam bermasyarakat, mengendalikan pengaruh radikalisme internet melalui pendekatan personal baik di kompus maupun dimmasyarakat. (Weni/Doni/Alfan)