UIN Sunan Kalijaga Tambah Guru Besar; Prof. Suyadi Dikukuhkan Sebagai Guru Besar Bidang Psikologi Pendidikan
Prof. Dr. H. Suyadi, S. Ag., M. Ag., menambah barisan Guru Besar sebagai kekuatan pengembangan akademik di kampus UIN Sunan Kalijaga. Prof. Suyadi dikukuhkan sebagai Guru Besar oleh Ketua Senat UIN Sunan Kalijaga, Prof. Kamsi, bertempat di Gedung Prof. H.M. Amin Abdullah (Multypurpose), kampus UIN Sunan Klaijaga, 3/8/2023. Prof. Suyadi dikukuhkan sebagai Guru Besar bidang Psikologi Pendidikan berdasarkan SK. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI Nomor 19644/M/07/2023, Tanggal 24 Maret 2023. Hadir pada siding senat terbuka kali ini, jajaran pimpinan universitas dan fakultas, lembaga, pusat studi, dan unit-unit di lingkup UIN Sunan Kalijaga, kerabat dekat Prof. Suyadi dan Civitas Akademika UIN Sunan kalijaga
Pada orasi mengawali pengukuhan Guru Besar, Prof. Suyadi menyampaikan karya Ilmiahnya bertajuk Beyond Digital Literacy- Potensi Learning Loss Pada Pembelajaran Daring Di Masa Pandemi Covid-19. Prof. Suyadi antara lain menjelaskan, pembelajaran online akibat penutupan sekolah selama Pandemi Covid-19 telah menyebabkan resiko terjadinya hilang belajar pada anak, selain dampak literasi digital. Riset yang dilakukan Prof. Suyadi mengungkap, resiko hilang belajar terjadi pada aspek pengetahuan dan ketrampilan. Sementara faktor-faktor yang mempengaruhi adalah; terbatasnya perangkat dan pemanfaatan gadget yang dipakai, minimnya interaksi sosial, dan komunikasi antara siswa dengan guru, dan sulitnya pendampingan saat siswa membuat tugas prakarya.
Dijelaskan, berbagai kesulitan yang dialami anak selama pembelajaran daring berimplikasi pada penurunan prestasi, resiku sikap anti sosial, dan siswa tidak terampil di sekolah. Sesuai tahap operasional kongkrit, anak usia pendidikan dasar masih memerlukan pendampingan langsung orang dewasa (dalam hal ini Guru) dan membutuhkan adanya role model dalam belajar. Sehingga pembelajaran online menyebabkan minimnya interaksi sosial, bahkan jika berlangsung lama akan beresiko terhadap kompetensi anak di masa depan.
Menurut Prof. Suyadi, konsep learning loss secara umum di Indonesia terjadi akibat dari adanya pengajaran yang kurang efektif. Sebelum adanya Pandemi Covid-19, para siswa di Indonesia sudah sering mengalami learning loss Pembelajaran daring selama Pandemi Covid-19 memperparah ketidak efektifan proses belajar mengajar. Penyebabnya, karena rendahnya tingkat pemahaman guru tentang teknologi. Juga kebingungan para guru mengenai kebijakan pembelajaran daring yang belum relevan dengan kondisi kemajuan masyarakat Indonesia. Namun demikian, Prof. Suyadi memfokuskan risetnya pada dampak negatif learning loss selama pembelajaran daring selama masa Pandemi Covid-19 yang berlandaskan pada perspektif kemampuan dan ketrampilan anak. Menurutnya, hasil risetnya masih perlu dikomparasikan, apakah learning loss juga terjadi pada jenjang pendidikan anak usia dini, sekolah menengah ataupun pendidikan tinggi akibat pembelajaran daring selama Pandemi Covid-19.
Namun ada sisi positif hikmah dari musibah Pandemi Covid-19. Jika tidak ada Pandemi barangkali kita belum mengenal dan akrab dengan berbagai perangkat daring, seperti; zoom meeting, google drive, google meet, tanda tangan online, LMS, dan lain lain yang ternyata banyak membantu memudahkan kehidupan, khususnya dalam proses belajar mengajar. Sementara adanya learning loss menjadi deteksi dini dan mitigasi sekaligus tantangan bagi pendidik dan orang tua untuk terus mendampingi tumbuh kembang dan belajar anak, agar bisa meraih kesuksesan masa depan., demikian tegas Prof. Suyadi.
Dalam sambutannya Prof. Al Makin antara lain menyampaikan, karya riset Guru Besar Prof. masih sangat relevan untuk renungkan. Bahwa pembelajaran daring dirasakan masih ada yang salah dan kurang. Bagaimanapun juga hal hal kuno masih perlu dipertahankan. Kita masih meras orang kuna yang menyukai pertemuan, berintekasi, dan bersapa langsung tidak hanya lewat teknologi seperti zoom, google meet, WA grup, facebook, instagram, tiktok, twitter. Itu semua akhir-akhir ini banyak menimbulkan kesalahfahaman dan kebencian. Ya tentu manfaat cepatnya informasi dan bertukarnya berita adalah manfaat. Tetapi saling komentar dan saling kritik yang mengarah pada penguhujatan dan viralnya status, update, dan upload, sungguh mengkhawatirkan, kata Prof. Al Makin.
Menurut Prof. Al Makin, Media sosial dan geraknya alam digital merupakan tantangan sendiri. Tetapi sejak covid-19 kita semua melek. Kita kadang terlalu membanggakan semua itu, teknologi informasi, Gen Z, Gen X, Gen Y, milinenial, 4.0, 2.0, 5.0, dan hal-hal yang sepertinya baru dan keren, tetapi efek dari semua itu belum kita hitung persis. Pengukuhan Guru besar Prof. Suyadi sungguh tepat.
Peningkatan keterampilan digital, menjadi hikmah selama pandemic, terpaksa orang-orang tua seperti kita, dan yang tidak familiar harus belajar. Kesadaran akan bahaya digital. Ini dampak yang harus disadari dan sudah dirasakan. Peningkatan kemampuan pencarian informasi. Semua ada di google. Masing-masing status dan update memuat data ini, dan sangat bermanfaat bagi pebisnis dan penjual. Meningkatnya kemandirian belajar. Ini dampak positif. Tampaknya Prof. Suyadi masih optimis, demikian ungkap Prof. Al Makin.
Hasil survey Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menunjukkan lebih dari 20 persen siswa Indonesia tidak memenuhi standar kompetensi saat berlangsung pembelajaran online. Bahkan potensi hilangnya pengalaman belajar ini masih akan terus berlanjut meskipun sekolah kembali dibuka. Temuan signifikan dari riset Prof. Suyadi perlu dikembangkan agar menjadi pembelajaran, tidak hanya menakut-nakuti perkembangan digital dan 5.0 agar semua melek, tetapi sebaliknya juga penting bahwa digital banyak mengandung resiko besar: pendidikan tersesat, imbuh Prof. Al Makin. (tim humas)