Wakil Rektor II UIN Sunan Kalijaga Beri Tausiyah kapada Tendik Jelang Idul Fitri Tentang Nilai Pendidikan Ibadah Maqdoh dan Pancasila sebagai Implementasi Piagam Madinah
Dr. Sahiron Saat Menyampaikan Tausiyah
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menargetkancita-cita menjadi World Class University terwujud pada tahun2024. Untuk memacu itu semua terus dilakukan upgrading. Salah satunya dengan melaksanakan pelatihan pelatihan bahasa Asing kepada seluruh dosen, pagawai, mahasiswa, alumni secara bertahap. Juga memacu kedisiplinan baik dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi, disiplinmentaati peraturan dan disiplin waktu sebagai dosen maupun pegawai.
Hal tersebut disampaikan Wakil Rektor bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta mengawali tausiyahnya di hadapan para dosen dan pegawai (Tenaga Kependidikan) UIN Sunan Kalijaga, di gedung Prof. RHA. Soenarjo, SH., kampus setempat, 8/6/18. Lebih lanjut Dr. Sahiron menjelaskan, untuk memacu semangat kerja, bisa memetik nilai pendidikan dari ibadah Mahdlah(Shalat, Puasa, Haji). Sisi hubungan dengan Allah SWT yang ada dalam ibagah Mahdlahmengandung nilai-nilai pendidikan yang berefek positif untuk diri sendiri maupun orang lain yang melingkupi. Ibadah Mahdlahyang dilakukan dengan ikhlasbisa dijadikan wahana pembinaan bagi kita semua sebagai manusia yang tidak sempurna, menuju perbaikan dari hari ke hari, waktu ke waktu menjadi pribadi yang semakin baik menuju pribadi yang sempurna.
Ibadah puasa mensyiratkan esensi kejujuran, kepedulian sosial, keiklasan dan kemurnian niat semata-mata karena Allah SWT, tersirat dalam kalimat terakhir niat puasa “Semata-matamencari ridla Allah SWT.” Melalui puasa kita dididik niat yang ikhlas, yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.Dalam berkegiatan, dalam bekerja, jika dilakukan dengan niat yang iklas semata-mata untuk menjalankan perintah Allah, akan menjadi sarana membangun diri yang muklis. Dengan niatyang iklas, bekerja akan bisa dilakukan sepenuh hati. Dengan ketulusan menjadikan kita tidak gampang mengeluh, sehingga kualitas pekerjkaan akan menjadi lebih baik.
Oleh karena itu, untuk memperoleh hikmah puasa, hendaknya nilai-nilai ketulusan, keiklasan, kejujuran yang terkandung dalam ibadah puasa bisa terimplementasi dalam melaksanakan pekerjaan, kegiatan sosial, kegiatan bermasyarakat dan lain-lain. Jangan sampai ibadah puasa kita hanya mendapatkan lapar dan dahaga seperti yang disabdakan Rosulullah SAW:
رُبَّ صَاىِٔمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوْعُ وَالْعَطَشُ yang artinya, banyak sekali orang yang melaksanakan puasa yang tidak memperolah balasan (pahala) dari Allah SWT, tetapi hanya mendapatkan lapar dan dahaga.
Hal-hal yang menyebabkan puasa kita hanya mendapatkan lapar dan dahaga misalnya: puasa untuk mendapatkan pujian, ghibah dalam arti bergunjing, bukan ghibah yang halal (dalam rangka nasehat menasehati). Dicontohkan dalam kehidupan Rasulullah. Istri sahabat Rosulullah (Usman Bin Ma’un) menyampaikan kepada Aisyah (istri Rosulullah) bahwa suaminya berpaling, padahal ia sudah berusaha membuat suaminya senang dan bahagia. Mendengar cerita itu Aisyah menyampaikan kepada Rosulullah untuk mendapatkan nasehat. Maka dipanggillah Usman Bin Ma’un dan istrinya untuk diajak berdialog menyelesaikan masalah rumah tangganya. Ghibah seperti ini sifatnya halal (tidak mengurangi pahala puasa). Contoh lain; Istri Abu Dardak menyampaikan kepada Rosulullah bahwa suaminya sering membatalkan istri berpuasa, membatalkan istri yang sedang shalat, dan shalat Subuh yang selalu kesiangan. Pada saat istri Abu Dardak menyampaikan hal tersebut, ternyata Abu Dardak berada dalam forum, maka terjadilah dialog antara Rosulullah dengan Abu Dardak, untuk mendapatkan hikmah dari apa yang disampaikan istrinya. Maka ghibah tersebut sifatnya halal (tidak mengurangi pahala puasa).
Ghibah yang menghilangkan pahala berpuasa misalnya; bergunjing tentang kejelekan orang lain, menyebar fitnah, mengadu domba dan sebagainya. Pada kesempatan tersebut Dr. Sahiron mengajak untuk bisa meraih hikmah puasa dengan menahan diri tidak melakukan ghibah yang tidak halal dan merenungi makna pendidikan dalam puasa. Implementasinya diantaranya melaksanakan pekerjaan dan kegiatan bermasyarakat dengan keikhasan dan ketulusan hati.
Dr. Sahiron juga berpesan kepada semua tenaga kependidikan di lingkup UIN Sunan Kalijaga untuk tetap taat kepada Pancasila dan menjaga NKRI sebagai kesepakatan bersama. “Kita beragama Islam dengan aturan al Qur’an dari Allah SWT yang harus kita jalankan dengan sebaik-baiknya. Tetapi kita hidup bersama dengan keragaman agama di Indonesia. Oleh karenanya kita juga harus menghormati hidup bernegara dengan keragaman agama, sehingga sistem Pancasila adalah yang cocok agar kita bisa hidup berdampingan dalam keragaman,” kata Sahiron.
Sahiron memaparkan, Founding Father yang mencetuskan Pancasila didalamnya juga ada kyai dan ulama. Kenapa harus Pancasila? Ternyata para ulama dan kyai kala itu meneladani Piagam Madinah yang digagas Rosulullah saat menyatukan umat di Madinah, ketika Rosulullah menetap di Madinah. Saat itu Rosulullah juga mendapati keadaan masyarakat yang plural dari sisi agama; ada Yahudi, Nasrani, Musrikin, ada Anshor (kaum Islam pengikut Rosulullah) yang datang belakangan di Madinah. Dari sisi kesukuan; ada suku Khasrat dan Aus. Maka disepakatilah Piagam Madinah dengan pasal-pasalnya, dimana banyak pasal yang membahas tetang persahabatan. Dan ada salah satu pasal yang menyebutkan; barangsiapa menyakiti bani-bani non Islam berarti menyakiti Rosulullah. Oleh karena itu sila-sila Pancasila 1 s/d 5 tidak ada yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Itu artinya; pempertahankan Pancasila dan NKRI sama dengan mengikuti ajaran Rosulullah saat mempersatukan Madinah melalui Piagam Madinah. Ini harus di pahami oleh Civitas Akademika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, demikian jelas Dr. Sahiron. (Weni)