Pertemuan Triwulan DWP UIN Suka, Diskusikan Literasi Digital
Dharma Wanita Persatuan (DWP) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menyelenggarakan Pertemuan Triwulan, dilaksanakan di Gedung Teatrikal Fakultas Dakwah dan Komunikasi, 16/9/2021. Ageda pertemuan kali ini diisi dengan seminar mengangkat topik, “Peran Perempuan bagi Keluarga dalam Berliterasi Digital di Masa Pandemi. Hadir dalam agenda kali ini Ketua DWP UIN Suka, Dr. Ro’fah Al Makin, Prof. Dr. Hj. Marhumah, M.Pd., dan segenap anggota DWP UIN Suka.
Ketua DPW UIN Suka, Dr. Ro’fah Al Makin, alam sambutannya antara lain menyampaikan, di era globalisasi informasi, arus informasi begitu pesat di internet. Semua orang bebas menyampaikan konten informasi di internet. Terutama di social media. Mensikapi pesatnya informasi ini, Dr. Ro’fahberpesan agar tidak gampang percaya informasi yang belum benar. Dr. Ro’fah menilai, masyarakat Indonesia yang mudah sekali mempercayai informasi yang belum tentu kebenarannya ini telah menjadi problem besar di Indonesia. Seperti informasi keagamaan. Saat ini semua orang bebas menyebarkan konten-konten dibungkus keagamaan, namun tujuannya hanya untuk menebar kebencian, radikalisme, menfitnah dan seterusnya di sosial media, yang justru menjauhkan dari nilai-nilai Islam yang Rahmat. Oleh karena itu sebagai bagian dari Kementerian Agama, kita memiliki tanggungjawab untuk ikut serta menyebarkan dan mensosialisasikan moderasi beragama di lingkungan masyarakat."jangan sampai kita ikut menjadi bagian yang menyebar luaskan info keagamaan tanpa mempelajarinya terlebih dahulu dan menyaring kebenarannya," kata Dr. Ro'fah.
Dr. Ro’fah Al Makin, menambahkan, kalau kita adalah pendatang dan butuh skill dan kemampuan untuk menyaring informasi yang masuk ke lingkungan terdekat kita. Kita harus banyak belajar dalam konteks era digital literasi. Ibu atau perempuan punya peran signifikan dan ganda untuk menjadi informan yang bagus di keluarga. misal info apa yang diterima terkait covid dan pendidikan bisa dilakukan dengan baik, imbuh Dr. Ro'fah.
Agenda Seminar menghadirkan, Kepala UPT. Perpustakaan UIN Suka, Dra. Labibah Zain, MLIS. Dalam paparannya Labibah antara lain menyampaiakan, hasil penelitian microsoft menunjukkan, netizen +62, yakni penduduk Indonesia adalah penduduk yang paling tidak sopan se-Asia Pasifik. Ketika pemberitaan hasil penelitian itu mucul, netizen Indonesia langsung mengeroyok akun Microsoft. Sikap nitizen Indonesia yang seperti itu justru mengukuhkan kebenaran hasil penelitian itu.
Jika kita ingin memperbaiki predikat sebagai nitizen yang paling tidak beretika, kita (nitizen Indonesia) dituntut untuk beretika dalam menggunakan social media. Dari kondisi seperti inilah, orang tua dituntut perannya dalam keluarga untuk memberikan contoh yang baik dalam bersocial media. Terutama dalah peran ibu. Jangan sampai kita sebagai orang tua malah memberikan contoh yang tidak baik, karena komentar yang kita tulis dalam social media akan menjadi rekam jejak digital.
Selain Cyberbullying, ada lagi konten pornografi banyak bermunculan di social media, yYang sama-sama tidak kita senangi. Kaduanya berpengaruh buruk terhadap moral anak bangsa. Kita dapat turut andil mengendalikan agar semakin berkurang, dan semakin baik, dengan ikut aktif melakukan aduan melalui tombol report.
Labibah menjelaskan, dalam masa pandemic yang belum usai, mobilitas masyarakat berkurang secara drastis. Semua aktifitas beralih ke media digital. Maka seorang ibu dituntut multiperannya. Agar dapat membawa semua anggota keluarga memiliki kecerdasan dan etika yang baik dalam bersocial media. Ironisnya perempuan justru dikenal julid dalam bersocial media. Kadang perempuan tidak berpikir panjang. Dia akan mudah men-share pesan apapun yang menurutnya sesuai dengan emosi atau kehendaknya.
Perempuan harus memiliki kecerdasan, wawasan yang luas, dan pengengalian diri yang baik dalam memanfaatkan social media. Dan menjadi contoh bagi semua anggota keluarga. Jangan sampai jari telunjuk yang hanya kecil ini dintuntun oleh pikiran dan emosi yang tidak terkendali membuat tatanan sosial menjadi rusak.
Saat ini banyak kondisi sosial yang berubah total dipicu pesatnya perkembangan teknologi digital, yang menuntut masyarakat berpikir cerdas, berhati-hati dan selalu waspada. Seperti misalnya: dulu kita hanya bisa belajar ilmu agama secara langsung melalui Guru. sekarang lewat Al Ustadz Google”. Dulu untuk menjadi guru harus melewati proses pembelajaran yang panjang. Sekarang melalui internet semua orang bisa menjadi siapa saja, semua orang bisa membuat Event Keagamaan, serta semua orang merasa bisa menulis/membuat konten tentang agama, bahkan berbagai kepentingan bisa dibungkus agama, dan bahkan semua orang dapat membuat konten adu domba, yang dibungkus nilai-nilai agama. Hal ini menuntut masyarakat untuk waspada dan hati-hati.
Maka diperlukan literasi digital atau kecerdasan memanfaatkan social media, agar dapat terhindar kesesatan dalam beragama, terprovokasi dari konten-konten hoaks, ataupun terhindar dari penipuan. Sementara hal-hal lain yang perlu dipahami masyarakat antara lain; -pahami betul tentang digital privasi, seperti data lahir, identitas pribadi, identitas orang tua dan keluarga, sertifikat yang mengandung barkot, alamat dan seterusnya. Pahami betul dalam membuat konten yang memancing komen yang mengandung pornografi atau pelecehan, jelas Labibah.
Labibah juga menjelaskan, bahwa transformasi digital telah menjadikan anak-anak sebagai Digital native yaitu paham digital yang tidak melalui belajar. Jadi mengalir begitu saja. Karena sejak dalam kandunganpun ibunya sudah selfie menunjukkan tanda kehamilannya dan seterusnya. “Karena itu kita sebagai orang tua harus benar-benar membimbing anak bagaimana cakap dalam berdigital. Memberikan pengertian tentang bahaya internet dan manfaat internet, sehingga anak tidak blank dalam menggunakan teknologi,” demikian harap Labibah. (Mela/Eko/Mutia/Weni)
Baca juga: Meriahkan HUT RI, DWP Gelar Lomba