Kunjungan Ke Yogyakarta, Kepala BPIP Beri Santunan Panti Asuhan NU Bintan Sa’adillah Al-Rasyid, dan Membuka Bedah Buku Internaslisai Pancasila Dalam Tajdid-Tajdid
Kunjungan Kerja ke Yogyakarta, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof. Yudian Wahyudi didampingi Sekretaris Utama BPIP, Dr. Karjono memberikan santunan kepada 30 anak yatim di Panti Asuhan NU Bintan Sa'Adillah Al-Rasyid, 17/4/2022. Agenda bertempat di Panti Asuhan NU Bintan Sa’adillah Al-Rasyid ini dihadiri pula oleh perwakilan PBNU DIY, Bashori Alwi.
Santunan tali asih disampaikan Kepala BPIP secara simbolis kepada ananda Ahmad Yusuf mustofa dan Loliya Ramadani, didampingi Pengurus Panti asuhan Abdul Basyir. Di sela sela pemberian tali asih, Prof. Yudian wahyudi menyampaikan tentang nilai-nilai Pancasila yang penting untuk dipahami para pelajar Indonesia, terlebih sebagai generasi Muslim Indonesia. Prof. Yudian Wahyudi berharap generasi Muslim Indonesia harus tumbuh sebagai generasi yang cinta tanah air dan Pancasilais, sebagai salah satu implementasi ketaqwaan kepada Allah SWT.
Peristiwa perjalanan Isra’ dan Mi’raj Rasulullah Muhammad SAW ke Sidratul Muntaha, Rasulullah menerima perintah Allah SWT, untuk melaksanakan shalat lima waktu. Dalam shalat lima waktu sehari-semalam itu terdapat sujud 34 kali, dan sebelum shalat didahului dengan wudlu. Perintah shalat yang didahului dengan mensucikan diri dengan ber-wudlu. Itu mengisyaratkan agar umat Muslim mencari tempat kehidupan di pusat – pusat air. Sementara sudut dalam shalat mengisyaratkan umat Muslim untuk selalu dekat dengan tanah. Itu artinya menurut Prof. Yudian Wahyudi, umat Muslim harusnya paling mencintai tanah air. Memakmurkan tanah air dengan giat mengembangkan pertanian, peternakan dan perikanan. Umat Muslim Indonesia harus giat belajar, bekerja, menguasai ilmu pengetahuan dunia agar bisa menjadi khalifah di bidangnya masing masing. Umat Muslim juga harusnya menjadi orang-orang yang religius dan nasionalis, jadi tidak boleh melawan negara, harap Prof. Yudian Wahyudi.
Proklamasi 17 agustus 1945 telah membuktikan sejumlah 54 negara kerajaan yang terpisah-pisah sepakat menyatukan diri menjadi NKRI. NKRI sebagai negara yang besar menuntut umat Muslim warga negara Indonesia tekun belajar, mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, agar dapat mengekprorasi dan mengembangkan kekayaan alam untuk kebesaran Indonesia di mata dunia, imbuh Prof. Yudian wahyudi.
Dr. karjono menambahkan terkait tentang kurikulum Pancasila yang akan segera diimplementasikan sebagai mata pelajaran wajib dari PAUD sampai Perguruan Tinggi, pada Juli 2022 mendatang. Menurut Dr. Karjono, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) meminta penyampaian materi mata pelajaran Pancasila yang sudah diwajibkan pada tahun ajaran depan tidak disampaikan dengan cara-cara sulit.
Dijelaskan Karjono, sebagai pendukung kurikulum ‘Merdeka Belajar’ Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, mata pelajaran Pancasila tidak akan disampaikan dengan cara-cara sulit. “Intruksi Presiden Joko Widodo, penyampaiannya harus mudah dan tidak terkesan doktrinisasi. Lebih banyak menerapkan praktek. Menjadi mata pelajaran wajib, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) nomor 4 tahun 2022, Pancasila akan disesuaikan dengan gaya hidup generasi millenial saat ini.
Dari Buku ajar yang disusun BPIP, pendekatan pengajaran Pancasila dilakukan melalui musik, olahraga, film, kuliner dan berbagai hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai kearifan lokal.
“Sehingga Pancasila akan sepenuhnya diterapkan pada sistem dengan tidak harus didokrin. Tidak harus omong Pancasila, tetapi kalau perbuatannya sudah Pancasila. Maka itu sudah Pancasila banget,” lanjut Karjono.
Nilai-nilai kearifan lokal, BPIP dipastikan menjadi bagian terpenting dalam pembelajaran Pancasila. Lewat ‘Mengali Mutiara Pancasila’ para pelajar diajak menyadari NKRI dibentuk dari keberagaman dan kebhinekaan yang kemudian menjadi kekuatan.
Karjono menerangkan, BPIP telah menyediakan lima belas buku ajar Pancasila yang nantinya diterapkan mulai PAUD sampai Perguruan Tinggi. Direncanakan pelucuran pada awal Juni dan diterapkan awal Juli. Penerapannya lebih banyak praktek (70 persen) dan sisanya teorinya. Pendidikan.Pancasila dipikirkan lebih mudah, lebih gampang, lebih menunjukan rasa kebenaran, keadilan yang dirasakan masyarakat. Itu Pancasila,” tutup Karjono.
Bedah Buku Tajdid-Tajdid Prof. Yudian Wahyudi, M.A., Ph.D., Mem”pancasilakan Al – Asma’?
Sementara itu, menyampaikan pengantarkan pada agenda bedah buku, di Gedung Prof. R.H.A., Soenarjo, S.H. 17/4/22, Prof yudian antara lain menyampaikan bahwa, alat survival yang paling ampuh adalah penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Buku karya Khoirul Anam kali ini merupakan sisi lain internalisasi nilai-nilai Pancasila, terkait dengan penguasaan ilmu, yang memperkuat pemikiran Prof. Yudian Wahyudi, yang belum pernah dijelaskan dalam buku lain. Menurut Prof. Yudian wahyudi, Al-Asma' yang dalam bahasa Indonesia bisa dimaknai sebagai nama-nama, dalam pengakuan akademik disebut gelar, dalam dunia profesional, keahlian dalam bidang tertentu.
Terkait dengan Al-Asma’ atau nama-nama itu, umat Muslim harus dapat meraihnya agar dapat berperan menjadi para pemimpin bangsa dalam semua bidang. Melalui Iqro’ (tekun belajar) meraih gelar keilmuan yang profesional dan konstitusional, dan memenuhi syarat administrasi dalam bingkai negara Pancasila. Oleh karenanya agar ilmuwan Muslim menjadi hebat di Indonesia ini, harus menguatkan pemahaman tentang makna Pancasila.
“Maka marilah umat Muslim di Indonesia, melalui Iqro’, yang diperintahkan allah SWT, tekunlah belajar, kuasai keilmuan bidang apapun, raihlah Al-Asma’/nama-nama/gelar keilmuan dalam bingkai Pancasila, agar dapat beribadah dengan nyaman, amanah, meraih ketaqwaan kepada Allah SWT melalui negara Pancasila. Karena di Indonesia hanya Al – Asma’ yang pancasilais yang selalu menang, dan dapat memegang tampuk pemerintahan Indonesia, serta dapat diterima Bangsa Indonesia,” papar Prof. Yudian wahyudi.
Hadir Rektor UIN Suka, Prof. Al Makin, dan pembedah buku pada forum ini adalah Guru Besar Fakultas Ushuluddin dan pemikiran Islam, UIN Suka, Prof. Siswanto Masruri, Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum, Prof. Agus Muh Najib, dan Penulis Buku, Khoirul Anam.
Prof. Siswanto Masruri menyampaikan Prof. Yudian Wahyudi adalah pembaharu, pemikirannya selalu diimplementasikan, dan pemikirannya berupaya mendekatkan muslim dengan negara dan pemerintahan.
Prof. Agus Moh Najib menyampaikan, Prof. Yudian Wahyudi dalam pemikirannya menyampaikan pemahaman bahwa Islam proses mencari keamanan dan keselamatan dunia dan akherat, bukan hanya secara Al Qur’an. Tetapi juga konstruksi sosial kemanusiaan, dengan tekun belajar menguasai keilmuan dan berbuat untuk kemaslahatan manusia dan lingkungan. Prof. Yudian Wahyudi terus melakukan dorongan untuk meraih Al – Asma’. Jika umat Muslim tak melalukan itu, dia khufur sosial-kemanusiaan. Metodologinya Maqosid syari’ah. Al – Asma’ yang paling kuat di Indonesi adalah yang Pancasialais. Sejarah telah mebuktikan, di awal kemerdekaan, ada persaingan idelogi antara Pancasila dan ideologi kanan, maupun kiri, dan disepakati bersama yang cocok untuk semua adalah ideologi Pancasila. Maka Indonesia adalah Negara Darul Isma’.
Khoirul Anam menambahkan, Buku ini penting untuk dipahami. Agar umat Muslim tidak terjebak dalam pemahaman nilai-nilai Islam yang tekstual semata, hingga umat Muslim kehilangan rasa kasih sayang dan kemanusiaan, dan justru menjadi radikal. Sebagai contoh; penganiayaan yang baru saja terjadi. Pelakunya adalah santri. Inilah yang diperjuangan Prof. Yudian Wahyudi. Prof. Yudian Wahyudi tidak hanya berpikir, namun juga berbuat, dan memberi tauladan kesederhanaan, kasih sayang dan merakyat. Melalui pendekatan yang tidak parsial. Prof. Yudian wahyudi juga melakukan kaderisasi/pembibitan baik secara kelembagaan sebagai pejabat maupun secara pribadi, kata Khoirul Anam. (Weni/Dimas)