FITK UIN Sunan Kalijaga Kembali Luluskan Doktor

Mulai tumbuh dan menjamurnya lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia tidak terlepas dari eksistensi ormas-ormas Islam. Lembaga pendidikan Islam Madrasah Aliyah Unggulan Al-Imdad Yogyakarta, Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta dan SMAIT Abu Bakar Yogyakarta memiliki ciri khas masing-masing. Secara umum ketiga lembaga pendidikan ini merupakan lembaga yang fokus pada pendidikan Islam. Namun uniknya, ketiga lembaga pendidikan tersebut berasal dari ormas Islam yang berbeda dengan ideologi yang berbeda pula. Ketiga ideologi pendidikan Islam tersebut memberikan dinamika yang beragam yang juga terlihat dalam sikap keberagamaannya. Demikian antara lain disampaikan Ali Sodiq dalam disertasinya.

Ali Sodiq melakukan sidang Promosi Doktoralnya di Aula Pertemuan Lantai 3 Gedung PPG kampus Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Sunan Kalijaga, Sambilegi, Yogyakarta. pada program doktor Pendidikan Agama Islam (PAI), Kamis,14/7/2022. Kepala Biro (Kabiro) Administrasi Umum, Akademik, dan Kemahasiswaan (AUAK) UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember tersebut berhasil mempertahankan disertasi doktoralnya yang berjudul ‘Ideologi Pendidikan Islam, Studi Tipologi Ideologisasi dan Implikasinya pada Madrasah Aliyah Unggulan Al-Imdad Yogyakarta, Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta, dan SMAIT Abu Bakar Yogyakarta.’

Sidang dibuka oleh Prof. Dr. Phil. Al Makin, M.A., selaku Ketua Sidang, didampingi Prof. Dr. Sukiman, M.Pd., sebagai Sekretaris Sidang, dilanjutkan dengan pemaparan disertasi yang disusun oleh H. Ali Sodiq, S.Ag., M.A. Turut hadir dalam sidang ini Prof. Dr. H. Maragustam, M.A dan Dr. H. Maksudin, M.Ag. sebagai promotor, Prof. Dr. H. Mahmud Arif, M.Ag. selaku penguji utama, serta para penguji lainnya, yaitu: Prof. Dr. H. Siswanto Masruri, M.A., Dr. Muhammad Munadi, S.Pd.,M.Pd., dan Dr. Suyadi, M.A.

Menggunakan pendekatan pedagogis, fenomenologis, naturalistik, dengan teori ideologi pendidikan William F. O'Neill dan gerakan Islam, penelitian ini dilakukan pada tiga lembaga pendidikan Islam, Madrasah Aliyah Al-Imdad Yogyakarta, Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta dan SMAIT Abu Bakar Yogyakarta, dengan analisis pengembangkan interpretasi makna model Miles dan Huberman.

Ali Sodiq memetakan perihal corak keberislaman dan sikap keberagamaan yang muncul. Tiga lembaga tersebut didirikan oleh ormas Islam dengan ideologi pendidikan Islam yang berbeda. Ideologi pada ketiga lembaga tersebut adalah ideologi pendidikan konservatif dengan varian yang beragam. Pembentukan ideologi yang ada di dalamnya melalui buku-buku referensi, figur-figur penguat yang memiliki latar belakang keagamaan serupa dalam agenda-agenda sekolah dan forum-forum khusus. Sikap keberagamaan dari ketiga lembaga pendidikan Islam tersebut cukup beragam berdasarkan corak keberislamannya.

Menurut hasil penelitian bapak dua anak dari istri Fransisca Listiariny, S.Pd. ini, sekolah MAU Al-Imdad lebih cenderung memiliki corak keberislaman substansialis yang melahirkan sikap keberagamaan yang cenderung tradisionalis. Adapun sekolah Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta memiliki corak keberislaman substansialis yang melahirkan sikap keberagamaan cenderung modernis. Sementara itu, SMAIT Abu Bakar Yogyakarta memiliki corak keberislaman formalistik yang cenderung melahirkan sikap keberagamaan revivalis.

Kategorisasi itu diuji oleh waktu dan riset-riset yang absah pada waktu mendatang. Namun, penelitian itu menunjukkan bahwa corak keberislaman dan sikap keberagamaan peserta didik lembaga pendidikan Islam memunculkan manifestasi yang berbeda selama ideologi pendidikan dan corak keberagamaan berbeda. Hal itu, sekaligus, menjadi acuan bagi setiap individu yang memiliki kepentingan terhadap lembaga-lembaga itu sehingga dapat menimbang lebih awal berikut dengan pengembangan pendidikan ke depan.

Hasil penelitian Ali Sodiq menunjukkan bahwa seiring berkembangnya dan bertebarannya teknologi informasi yang dapat diakses dengan cara yang sangat instan melalui internet, memberikan akses yang sangat luas pada peserta didik untuk mengikuti kajian-kajian dari tokoh agama yang dianggap paling pas dengan pilihannya sehingga sering kali figur yang terpilih tidak sejalan dengan pemahaman atau ideologi dengan lembaga pendidikan tersebut. Untuk menertibkan pemikiran tersebut dan menjaga arus pelestarian ideologis, tiap-tiap lembaga pendidikan memanggil dan menghadirkan figur-figur populer yang dapat menguatkan arus indoktrinasi. Meskipun demikian, hal yang harus diwaspadai adalah proses transmisi ideologi yang dilakukan dengan cara yang jauh dari nuansa edukatif, bahkan, cenderung intimidatif dan arogan sehingga malah melahirkan iklim destruktif. (Weni/Doni/Alfan/Ihza)