ISAIs UIN Suka menyelenggarakan Short Course, The Making Theology of Culture: Perspectives from Diagnostics Sociology
Narasumber memberikan materi ke mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Institute of Southeast Asian Islam (ISAIs) UIN Sunan Kalijaga bekerja sama dengan Malay Studies Department, Faculty of Arts and Social Sciences, National University of Singapore (NUS) mengadakan Short Course sehari bertajuk “ The Making Theology of Culture: Perspectives from Diagnostics Sociology, “ di ruang pertemuan lantai 3, Gedung Rektorat Lama (Gedung Pusat Studi), kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 8/1/2020.
Agenda kegiatan yang menghadirkan Narasumber Dosen Malay Studies Department, Faculty of Arts and Social Sciences, NUS. Azhar Ibrahim, Ph.D. ini diikuti 25 orang peserta yang terdiri dari peneliti, dosen, dan mahasiswa S1 dan S2 dari beberapa perguruan tinggi di lingkup Yogyakarta dan Surakarta, termasuk dari UGM dan UIN Sunan Kalijaga. Di sela-sela kegiatan ini, Wakil Direktur ISAIs, Wiwin A. Rohmawati menjelaskan, Dr. Azhar Ibrahim, selaku pembicara kali ini pernah menjabat sebagai Wakil Departemen Studi Melayu. Dr. Azhar Ibrahim tercatat sebagai intelektual muslim berpengaruh di Singapura. Ketertarikan kajian-kajiannya menyangkut sastra, kebudayaan, teologi, politik dan sosial. Workshop atau kuliah singkat kali menjadi acara pembuka ISAIs UIN Sunan Kalijaga memasuki tahun 2020 menjelang kedatangan seorang sarjana dari Perancis pekan depan, kata Wiwin.
Sementara itu, mengawali paparannya Dr. Azhar Ibrahim menyampaikan, acara ini berangkat dari kegelisahan tentang kebudayaan—sebagai pusat kontestasi sosial ia menampakkan wajah dari proses berpikir masyarakat. Kebudayaan dalam segala wajahnya, bukan saja menyangkut tentang tari-tarian, wayang dan dendang-dendang (nyanyian), lebih dari itu dan paling pokok ialah tentang pendidikan, sosial-politik, ekonomi, isu-isu hak asasi manusia, dan lain sebagainya.
Menurut Azhar Ibrahim terkait proses pendidikan yang baik, perlu adanya concious planning.. Planning-nya adalah kurikulum. Pembangunan kurikulum dalam kajian dan studi di kampus-kampus kita. Salah satunya ialah dengan kembali lagi pada bacaan-bacaan lokal yang tidak pernah diperkenalkan (jarang sekali) diperkenalkan oleh para dosen di kelas,” ujar Dr. Azhar Ibrahim
Hal ini juga sejalan dengan semangat ISAIs yang memang sejak awal menekankan fokus kajiannya pada persoalan (wacana, fenomena dan konteks masyarakat) Islam Asia Tenggara. Membicarakannya tidak bisa dilepaskan dari proses kebudayaan yang berjalin-kelindan. Dalam hal ini juga Muslim sebagai penduduk mayoritas di Indonesia harus turut aktif menawarkan paradigma-paradogma baru sebagai upaya pembenahan kurikulum yang sejalan dengan era modern di Indonesia.
Azhar Ibrahim menjelaskan, tidak ada orang yang lahir terlepas dari kebudayaan. Semua lahir dari konstruk kebudayaan itu sendiri (yang terbatas ruang dan waktu). Oleh karenanya, upaya memahami gerak kebudayaan menjadi syarat dalam membuat peta kecil kerja-kerja solutif-konstruktif ke depan.
Azhar Ibrahim berharap Short Course kali ini bisa menjadi tawaran terhadap tantangan dan peluang dalam upaya menjawab problem kompleks abad 21 ini. Di mana kebutuhan untuk mengumpulkan minat terhadap pengembangan kebudayaan amatlah penting, di tengah badai pemikiran keagamaan ahistoris dan romantisisme kebudayaan yang dangkal. Respon budaya dan intelektual untuk menggapai peradaban yang lebih baik sangat dibutuhkan, mengingat kampus bukan saja sebagai tempat untuk beradu teori. Lebih dari itu, bagaimana mendiagnosa pokok persoalan masyarakat sampai pada akarnya, yang kemudian selalu bisa hadir memberikan solusi terbaik, tegas Wiwin.
Menurut Wiwin, kursus bersama Azhar Ibrahim, Ph.D., akan berlanjut pada Bulan Maret 2020, yang akan mengangkat thema tentang Psychology of Religion dan fokus mengkaji gagasan Erich Fromm dan William James. (Syukran Jazila/Weni)